Suara.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo kesulitan bila KPK mencari saksi ahli yang berlatar belakang dari perguruan tinggi negeri dalam membantu sebuah perkara kasus korupsi. Banyak dosen-dosen yang melawan KPK.
"Terkait dengan aturan di pendidikan tinggi, untuk sekarang ini kalau KPK mencari saksi ahli kami kesulitan. Nyari saksi ahli yang berpihak pada penuntutan korupsi itu kesulitan. Padahal yang bertemu di pengadilan itu kebanyakan dosen - dosen negeri yang melawan kami. Apa nggak bisa mungkin ini kok pegawainnya pemerintah kok malah melawan pemberantasan korupsi," kata Agus di acara Indonesia Corruption Watch dalam peluncuran Akademi Antikorupsi di Kementerian dan Kebudayaan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (19/4/2018).
Maka itu, Agus meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan apakah dapat dikaji aturan - aturan tersebut untuk saksi ahli yang diminta perbantuan terkait masalah penanganan kasus korupsi.
"Apakah nggak bisa keluarkan misalkan menjadi pegawai perguruan tinggi negeri itu ya, harus berpihak kepada KPK donk, jangan berpihak dilawan. Ini mungkin perlu betul di pikirkan aturan - aturan itu," ujar Agus.
Baca Juga: Bertambah, Anggota DPRD Sumut yang Kembalikan Uang Suap ke KPK
Agus menyebut apakah masalah KPK tidak dapat mendatangkan saksi ahli dari perguruan tinggi karena berdasarkan honor. Karena KPK mempunyai anggaran hanya bisa membayar sekitar Rp5 - Rp6 juta.
"Kami mencari saksi ahli di perguruan tinggi karena honornya hanya 5 sampai 6 juta. Susahnya bukan main. Sementara lawan kami yang dipersidangan bisa membayar Rp100 juta. Mungkin lebih dari itu. Ya mungkin perlu dipikirkan juga," ujar Agus.