Yusril Sebut KPK Salah Orang dalam Penetapan Tersangka Kasus BLBI

Rabu, 18 April 2018 | 15:16 WIB
Yusril Sebut KPK Salah Orang dalam Penetapan Tersangka Kasus BLBI
Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra di kantor DPW PAN DKI Jakarta [suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Yusril Ihza Mahendra, pengacara dari tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung mengatakan penetapan tersangka terhadap kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah langkah yang keliru.

Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Naaional Indonesia (BDNI) tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada BPPN.

"Jadi tuntutan terhadap Syafruddin ini, eror in persona, jadi salah orang sebenarnya," katanya di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (18/4/2018).

Menurut Yusril, kliennya sudah menjalankan tugasnya sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

"Ini sangat penting diketahui oleh masyarakat, sebab yang seharusnya dibawa ke pemeriksaan, tahanan dan ke penuntutan bukan beliau gitu ya, bukan Pak Syafrudin Tumenggung ini," kata Yusril.

Menurutnya, KPK tidak terlalu memhami kasus tersebut sehingga tidak menetapkan tersangka terhadap orang yang tepat.

"Jadi mungkin KPK salah memahami persoalan ini. Itu yang akan kami kemukakan di persidangan dengan menunjukkan fakta-fakta, bukti-bukti dan juga akan memanggil para ahli, sehingga kasus ini terungkap dengan jelas, dengan benar, dan tidak terjadi mispersepsi atau kesalahpahaman, sehingga Pak Syafruddin ini dituntut ke pengadilan," katanya.

Yusril mengatakan yang seharusnya bertanggung jawab dalam kasus ini adalah PT Dipasena. Sebab, perusahaan inilah yang memberikan jaminan kepada para petani tambak.

"Persoalan ini adalah utang dari petani tambak, jadi sebagai petani plasma yang dijamin oleh PT Dipasena dan yang mana itu ada satu perjanjian penjaminan antara PT dipasena dengan para petani tambak dan BDNI," katanya.

"Jadi kalau misalnya petani tidak dapat membayar utang-utangnya kepada BDNI, maka yang membayar adalah PT Dipasena sebagai penjamin, bukan Sjamsul Nursalim sebagai stakeholder dari BDNI," tutup Yusril.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Syafruddin sebagai tersangka. Dia jadi tersangka karena diduga menerbitkan SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI.

Syafruddin diduga orang yang mengusulkan sehingga disetujui oleh KKSK terkait perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Selanjutnya dalam audit terbaru BPK, KPK menyebut nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini menjadi Rp4,58 triliun. Nilai itu disebabkan Rp1,1 triliun yang dinilai sustainable kemudian dilelang dan didapatkan hanya Rp220 miliar. Sisanya Rp 4,58 triliun menjadi kerugian negara.

Terhadap obligor dari BDNI, KPK pernah memanggil Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim terkait kasus ini. Hanya saja, pasutri yang kini telah menetap Singapura itu memilih tak hadir dalam pemeriksaannya di KPK.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI