Suara.com - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan pentingnya RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Itu untuk memperkuat pencegahan serta pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Tanah Air.
Menurut Bambang, uang kartal atau tunai seringkali disalahgunakan oleh para pelaku tindak pidana korupsi, terorisme serta bisnis illegal lainnya. Mereka selalu menghindari transaksi melalui lembaga keuangan. Sebab akan sangat mudah terlacak.
“Para pelaku tindak pidana lebih memilih menggunakan uang tunai agar transaksi kejahatannya tidak mudah terdekteksi,” kata Bambang di acara Disiminasi RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal 'Optimalisasi Penelusuran Aset Hasil Tindak Pidana Melalui Regulasi Pembatasan Transaksi Uang Kartal' di Jakarta, Selasa (17/4/2018).
Politikus Partai Golkar tersebut mengatakan, penggunaan transaksi tunai dalam kasus korupsi menjadi kendala bagi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) saat melakukan pelacakan aliran dana. Para penyidik pun sukar untuk menelusuri kembali transaksi tersebut, karena tidak tercatat dalam sistem keuangan.
Baca Juga: Ada Yang Aneh Dengan Foto Yuni Shara Dengan Kedua Anaknya
“Terungkapnya beberapa kasus korupsi dan terorisme yang diduga dibiayai dari pihak dalam maupun luar negeri, menimbulkan kecurigaan bahwa kasus-kasus tersebut dilakukan dengan transaksi tunai. Sehingga, transaksi tersebut tidak tercatat dan aparat berwenang sulit untuk melakukan pelacakan,” tutur Bambang.
Bambang pun mengatakan, besaran jumlah transaksi tunai di suatu negara memiliki korelasi dengan indeks korupsi suatu negara. Negara dengan jumlah transaksi tunainya tinggi, memiliki persepsi tingkat korupsi yang lebih buruk jika dibandingkan dengan negara yang transaksi tunainya rendah.
Ia mencontohkan kepada India, Bulgaria, Rusia, dan termasuk Indonesia yang transaksi tunainya di atas 60% memiliki persepsi tingkat korupsi yang buruk. Namun, negara seperti Denmark, Swedia, dan Finlandia yang transaksi tunainya rendah, sekitar 10-20% punya persepsi tingkat korupsi sangat rendah.
“Di Prancis, Belgia atau Brazil telah dilakukan pembatasan transaksi keuangan tunai. Di negara-negara tersebut, aturan pembatasan transaksi keuangan tunai digunakan sebagai salah satu sarana untuk menekan tingkat korupsi. Sejauh ini upaya tersebut efektif meminimalisir korupsi yang terjadi,” ujar Bambang.
Mantan Ketua Komisi III DPR tersebut pun berjanji DPR akan memberi dukungan penuh terhadap RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Pemerintah diminta segera memasukan draft RUU tersebut ke DPR agar bisa dibahas Badan Legislasi DPR dan komisi terkait.
Baca Juga: Bos Nexcom Jadi Tersangka Kerusuhan di Rumah Musik Holywings
“Saya meyakini melalui RUU ini akan meningkatkan keamanan sistem transaksi tercatat, melancarkan transaksi perekonomian Indonesia, serta menekan angka korupsi di negara kita,” kata Bambang.
Bambang pun meminta pemerintah, Bank Indonesia dan instansi terkait lainnya segera menyiapkan sistem dan infrastruktur agar penerapan transaksi non tunai bisa berjalan baik. Pemerintah juga harus memberikan jaminan keamanan transaksi non tunai kepada masyarakat.
"Tugas berat bagi pemerintah setelah nanti RUU Pembatasan Uang Kartal disahkan adalah meyakinkan masyarakat untuk mau menggunakan transaksi non tunai. Terlebih, masyarakat Indonesia hingga kini masih lebih suka bertransaksi secara tunai,” tutur Bambang.
“Pemerintah juga harus bisa memberikan jaminan keamanan transaksi serta membangun fasilitas serta infrastruktur transaksi keuangan non tunai secara terintegrasi dan merata hingga ke pelosok-pelosok desa," Bambang menambahkan.
Hadir dalam acara tersebut, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, Ketua KPK Agus Rahardjo, Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto, Ketua Tim Penyusun RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Yunus Husein, Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae serta Dubes Australia Gary Quinlan.