Fahri Hamzah Menolak Perpres Tenaga Kerja Asing, Mengapa?

Rabu, 18 April 2018 | 04:40 WIB
Fahri Hamzah Menolak Perpres Tenaga Kerja Asing, Mengapa?
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah saat menjadi pembicara dalam diskusi Tolak Perpres 20 Tahun 2018, di Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2018). (Suara.com/Lily Handayani)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah mengklaim ada kecemburuan dengan adanya tenaga kerja asing (TKA) yang jumlahnya dinilai sangat besar bahkan melebihi jumlah buruh di Indonesia.

"Hak-hak pasar mereka di ambil karena pasar pekerja dibawah mereka. Dan mereka itu sekarang terancam oleh datangnya pekerja yang tidak punya keahlian secara massif," ujarnya dalam diskusi Tolak Perpres 20 Tahun 2018, di Jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (17/4/2018).

Padahal, kata Fahri, di undang-undang yang berlaku dan belum berubah hingga saat ini, syarat pekerja asing di antaranya memiliki keahlian dan mengerti bahasa Indonesia. Sebab, menurutnya, dua hal itu sangat penting untuk memudahkan transfer keahlian pekerja asing kepada pekerja Indonesia.

"Dan ternyata yang datang dan dilegalkan oleh Perpres justru yang tidak punya keahlian di pasar Indonesia," ujar Fahri.

Baca Juga: Saran Dubes Cina: Tambah Pemandu Wisata Berbahasa Mandarin

Akibat kalah bersaing dengan pekerja asing, para lulusan sarjana di Indonesia saat ini akhirnya terpaksa mencari kerja di sektor-sektor yang labil dan informal. Akibatnya para sarjana ini berebut lahan pekerjaan dengan orang-orang tamatan diploma atau SMA.

Keadaan ini, kata Fahri, juga menjadi faktor kecemburuan itu timbul. Beranjak dari kondisi itulah ia mengusulkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing harus diangket. Mengapa? Karena Fahri menilai Perpres tersebut melanggar undang-undang.

"Saya kira ini harus dihentikan, kalau tidak saya terus terang akan bicara ke teman-teman di DPR, ini tidak boleh dibiarkan, harus ada investigasi," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI