"Mereka dan dunia perlu mengetahui, gedung-gedung yang runtuh akibat rudal AS adalah pusat-pusat penelitian sains kami. Lembaga-lembaga pengetahuan yang meningkatkan kemampuan pemuda mahasiswa kami. Tak ada senjata kimia di Suriah," tuturnya.
“Trump menghancurkan institusi-institusi ini, yang tidak memiliki koneksi untuk memproduksi senjata apa pun. Ini adalah kebohongan perang tentang senjata kimia yang diciptakan Trump.”
Shaaban menjelaskan, satu-satunya keberhasilan serangan AS, Inggris, dan Prancis adalah meningkatkan gairah perlawanan rakyat Suriah terhadap Barat.
Baca Juga: Muhammadiyah Tolak Masjid Jadi Tempat Menyebarkan Kebencian
"Kami semakin menggebu-gebu untuk melawan penjajahan. Serangan itu adalah awal dari keruntuhan imperium mereka sendiri. Kami, bersama rakyat anti-penjajahan lain di dunia, bertekat menggantikan mereka dengan tata dunia yang manusiawi," tukasnya.
Akhirnya, Shabaan menuturkan dua maksud yang disembunyikan AS dalam serangan agresi tersebut.
"Ada dua hal yang diinginkan Barat dan Zionis. Pertama adalah, melalui serangan itu, mereka berharap tak ada persatuan di negara Arab. Kedua, mereka tak ingin kami mempersenjatai diri dengan sains dan pengetahuan, nilai tertinggi bagi manusia.”
Kegagalan serangan AS, Inggris, dan Prancis, juga turut diakui saintis yang mendukung kaum pemberontak di Suriah.
"Serangan AS itu, hanya untuk menyalamatkan muka mereka sendiri. Serangan mereka justru menguatkan rezim Assad," tudingnya.
Baca Juga: Bantah Hendropriyono, Haris Sudarno Klaim PKPI Masih Dualisme