Suara.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise mengaku saat ini pihaknya telah mengirimkan tim ke Bantaeng, Sulawesi Selatan. Tujuannya untuk mencegah pernikahan dua remaja yang masih dibawah umur, di daerah itu.
"Ada tim yang dikirimkan ke sana ya, pak Sesmen katakan kepada saya akan ada tim kita untuk berusaha kesana. Bagaimana caranya untuk mencegah ini," kata Yohana di DPR, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Yohana menegaskan, pernikahan anak di bawah umur samasekali tak bisa dibenarkan. Larangan itu telah jelas disebutkan di dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Dalam UU tersebut disebutkan, usian calon pengantin perempuan minimal 16 tahun, sedangkan untuk lelaki 19 tahun. Sementara, usia dua remaja di Bantaeng tersebut, yaitu lelaki 15 tahun 10 bulan, sedangkan calon perempuan masih berusia 14 tahun 9 bulan.
"Karena Undang-Undang ini masih berlaku, undang-undang 1/74 masih berlaku. Jadi tentu ini membutuhkan pendekatan-pendekatan khusus ya dengan keluarga," ujar Yohana.
Lebih lanjut, Yohana menjelaskan, sejauh ini pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk lakukan pencegahan pernikahan di usia dini. Bahkan, di beberapa daerah Kemen PPPA telah melaunching program 'Stop Pernikahan Anak'.
"Jadi kami tetap tindak lanjut itu dan sudah ada laporan yang masuk ke Kementerian kami, nanti dari pusat pelayanan terpadu dari kami akan mendampingi kasus yang ini, kasus pernikahan anak," kata Yohana.
Seperti diketahui, dua sejoli yang masih duduk di bangku SMP, akan segera melangsungkan pernikahan di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Hal ini telah viral di jagad media sosial.
Diketahui pula, dua permintaan dari remeja tersebut telah ditolak oleh KUA setempat dengan dikeluarkan blanko N9 (penolakan pencatatan). Namun, keduanya justeru meminta dispensasi dari Pengadialan Agama setempat, dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Oleh karena adanya dispensasi dari Pengadilan Agama, maka KUA mau tidak mau, mendaftarkan keduanya di dalam pencatatan perkawinan.