Suara.com - Presiden Vladimir Putin secara tegas mengutuk serangan agresi Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis di Suriah.
Perang agresi yang dipimpin AS itu diklaim, sebagai balasan terhadap Presiden Bashar Al Assad yang menggunakan senjata kimia untuk membunuh warga. Klaim itu sendiri belum terbukti kebenarannya. Sementara posisi Rusia adalah pendukung Presiden Assad sejak perang melawan teroris ISIS.
Dalam sebuah pernyataan tertulis yang dimuat di laman resmi Kremlim, Putin mengatakan: "Melalui tindakannya, AS membuat situasi kemanusiaan yang mengerikan di Suriah bahkan lebih buruk dan membawa penderitaan kepada masyarakat sipil."
"Dalam kenyataannya, AS menjadi dalang kelompok teroris yang menyiksa masyarakat Suriah selama tujuh tahun, membuat gelombang pengungsi yang melarikan diri dari negara dan wilayah ini," demikian pernyataan Putin yang dikutip Anadolu Agency, Minggu (15/4/2018).
Baca Juga: Mohamed Salah Beringas, Ini 10 Rekor Barunya di Liga Inggris
Ia mengatakan, kelompok negara-negara barat "menolak" fakta misi Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) datang ke Suriah untuk melakukan investigasi atas tuduhan penggunaan senjata kimia.
"Sejarah telah mengungkapkan kebenaran, dan Washington telah menanggung kejahatan yang kejam di Yugoslavia, Irak dan Libya," ujar pernyataan tersebut.
71 misil dilumpuhkan
Secara terpisah, berbicara dalam sebuah konferensi di Moskow, Kepala Direktorat Operasi Pusat Staf Umum Sergey Rudskoy mengatakan beberapa misil tidak ditargetkan di lokasi di mana penasihat militer Rusia atau aset Rusia berada.
"Berdasarkan dari data, total misil yang ditembakkan sebanyak 103 misil, termasuk Tomahawks. Sistem pertahanan udara Suriah, sebagaimana memiliki sistem buatan Soviet, secara sukses melumpuhkan serangan dari udara dan laut. 71 misil dilumpuhkan," ujar Rudskoy.
Baca Juga: PB ISSI Targetkan 4 Emas, Manajer: Realistisnya Cuma 2
Menurut data, tidak ada korban jiwa yang menimpa masyarakat sipil dan fasilitas yang ditargetkan oleh koalisi pimpinan AS telah ditinggalkan sejak lama.
Sistem pertahanan Rusia tidak digunakan untuk melumpuhkan beberapa misil, tetapi ditempatkan dengan kondisi yang siap.
“Sistem pertahanan tersebut mengidentifikasi semua misil yang ditembakkan dari laut dan udara,” ia menambahkan.
Mengenai insiden tersebut, ia mengatakan Rusia akan memikirkan kembali untuk menempatkan S-300 di Suriah dan kembali ke meja perundingan.
Selanjutnya, Kementerian Luar Negeri menyebut serangan udara sebuah "tindakan yang mengintimidasi".
Serangan pimpinan AS menyebabkan kerugian material yang signifikan bagi infrastruktur, ujar kementerian dalam sebuah pernyataan.
“Serangan udara sebagai tindakan yang mengintimidasi dan bermaksud mencegah ahli dari OPCW untuk mengungkapkan kebenaran, menurut pernyataan tersebut,” tandasnya.