Suara.com - Mantan Ketua DPR Setya Novanto mengaku menyesal telah terseret dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Korupsi itu merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 trliun.
Novanto pun menyampaikan permohonan maafnya kepada seluruh rakyat Indonesia. Dia juga memohon maaf kepada istri dan anak-anaknya yang menyebabkannya tak kuasa menahan tangis dalam persidangan dengan agenda pembacaan pledoi atau nota pembelaan.
Usai menyampaikan permohonan maaf dan permohonannya kepada majelis hakim, Setnov tidak mengakhirinya begitu saja. Dia tampak menyiapkan sebuah puisi berjudul 'Di Kolong Meja' untuk dibacakan. Puisi karangan Linda Djalil tersebut dibuat pada 5 April 2018.
Diduga puisi tersebut untuk menyindir pihak-pihal yang ingin meloloskan diri dari kasus yang anggaran proyeknya senilai Rp5,9 triliun tersebut.
Baca Juga: Baca Pledoi, Setnov Minta Maaf dan Curhat dari Keluarga Tak Mampu
"Maaf sebelum kami tutup, izinkan saya membaca puisi, puisi dari Linda Djalil," kata Novanto meminga kepada majelis hakim di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (13/4/2018).
Terhadap permintaan Setnov tersebut, majelis hakim pun mengabulkannya. Mereka tampaknya mendengarkan puisi tersebut dengan serius.
Berikut adalah puisi yang dibacakan Setnov saat menyampaikan pledoi dalam persidangan.
Di Kolong Meja
Di kolong meja ada debu
yang belum tersapu
Karena pembantu sering pura-pura tak tahu
Baca Juga: Dituntut 16 Tahun Penjara, Setnov Bacakan Pembelaan Hari Ini
Di kolong meja ada biangnya debu
yang memang sengaja tak disapu,
bersembunyi berlama-lama
Karena takut dakwaan seru
melintas membebani bahu
Di kolong meja tersimpan cerita,
seorang anak manusia menggapai hidup
Gigih dari hari ke hari
Meraih ilmu dalam keterbatasan
Untuk cita-cita kelak yang bukan semu
Tanpa lelah dan malu
bersama debu menghirup udara kelabu
Di kolong meja muncul cerita sukses anak manusia,
yang semula bersahaja
akhirnya bisa diikuti siapa saja
karena cerdas caranya bekerja
Di kolong meja ada lantai yang mulus tanpa cela
Ada pula yang terjal bergelombang
siap menganga
menghadang segala cita-cita
Apabila ada kesalahan membahana
Kolong meja siap membelah
menerkam tanpa bertanya
Bahwa sesungguhnya ada berbagai sosok yang sepatutnya jadi sasaran
Di kolong meja, ada pecundang
yang bersembunyi
Sembari cuci tangan, cuci kaki, cuci muka, cuci warisan kesalahan
Apakah mereka akan senantiasa di sana?
Dengan mental banci berlumur keringat ketakutan
Dan sesekali terbahak melihat teman sebagai korban menjadi tontonan.
Setnov dituntut 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jaksa meyakini 7,3 juta dolar AS dari proyek e-KTP ditujukan untuk Novanto meskipun secara fisik uang itu tidak diterima Novanto. Keyakinan ini menurut jaksa bersumber pada kesesuaian saksi serta rekaman hasil sadapan.
Novanto ditegaskan jaksa terbukti melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket e-KTP. Novanto disebut menyalahgunakan kesempatan dan sarana karena kedudukannya sebagai anggota DPR dan ketua Fraksi Golkar saat itu memiliki hubungan kedekatan dengan Andi Narogong.