Suara.com - Menyikapi kasus yang menimpa Dokter Terawan Agus Putranto, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia atau PB IDI menyampaikan tiga sikapnya melalui Siaran Berita tentang Keputusan MKEK Terhadap Dokter Terawan. Ketiga sikap tersebut adalah;
1. PB IDI menyesalkan tersebarnya surat keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang bersifat internal dan rahasia sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. MKEK adalah unsur di dalam IDI yang bersifat otonom berperan dan bertanggangjawab mengatur kegiatan internal organisasi dalam bidang etika kedokteran. Keputusan MKEK yang bersifat final untuk proses selanjutnya direkomendasikan kepada PB IDI.
2. Tindakan terapi dengan menggunakan metode Digital Substraction Angiogram (DSA) atau lebih dikenal oleh awam dengan sebutan Brain Wash telah menimbulkan perdebatan secara terbuka dan tidak pada tempatnya di kalangan dokter. Hal ini lebih menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat serta berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan dokter.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 12 Tahun 2011 yang selanjutnya diubah dengan Perpres No. 111 Tahun 2013 yang selanjutnya diubah dengan Perpres No. 19 Tahun 2016, serta berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 71 Tahun 2013 yang selanjutnya diubah dengan Permenkes No. 23 Tahun 2017 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional, dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya penialain teknologi kesehatan dilakukan oleh Tim Health Technology Assessment (HTA) yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan.
Baca Juga: SBY Buka Suara soal Metode Cuci Otak Dokter Terawan
3. Berdasarkan ART IDI Pasal 8 terkait hak pembelaan anggota IDI, maka PB IDI telah melaksanakan forum pembelaan terhadap Dr.Dr. Terawan Agus Putranto,Sp.Rad (Dr. TAP) pada tanggal 6 April 2018.
Tiga Sikap PB IDI disampaikan oleh Ketua Umum PB IDI, Ilham Oetama Marsis di Jakarta, Senin, (9/4/2018) di hadapan puluhan wartawan.
Seperti diketahui, polemik mengenai metode Digital Substraction Angiography yang dipraktikkan dr. Terawan tengah menjadi kontroversi di kalangan medis karena dianggap belum terbukti secara ilmiah.
Pada 23 Maret 2018 lalu, Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia telah mengeluarkan surat pemberhentian sementara dr. Terawan dari keanggotan IDI karena masalah tersebut.
Baca Juga: Kemristekdikti Siap Fasilitasi Penyelesaian Kasus Dokter Terawan