Kenangan SBY Saat Bertugas Jadi Prajurit di Yogyakarta

Adhitya Himawan Suara.Com
Senin, 09 April 2018 | 05:40 WIB
Kenangan SBY Saat Bertugas Jadi Prajurit di Yogyakarta
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan keterangan pers terkait pencatutan namanya dalam skandal korupsi e-KTP di DPP Partai Demokrat, Jakarta, Selasa (6/2).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono menganggap masa bertugas sebagai Komandan Korem 072/Pamungkas Yogyakarta lebih menantang dibandingkan di daerah lain.

"Pengalaman saya bertugas di Yogyakarta itu 'more challenging' dibandingkan dengan di daerah-daerah lain," kata SBY saat mengulas kenangannya bertugas di Yogyakarta dalam acara "Ngopi Bareng SBY" di Angkringan Pendopo Lawas, Yogyakarta, Minggu malam (8/4/2018).

Menurut dia, Yogyakarta lebih menantang dan berbeda dengan daerah lain karena memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri baik dari segi politik, sosial, budaya, dan hubungan antara pemerintah dengan rakyat.

SBY mengatakan saat pertama mengemban tugas sebagai Komandan Korem 072/Pamungkas di Yogyakarta dengan pangkat kolonel pada 1995, situasi sosial dan politik pada saat itu cukup hangat karena berbarengan dengan masa transisi pemerintahan dari era Presiden Soeharto ke pemerintahan era Orde Reformasi.

Menurut dia, saat itu banyak mahasiswa Yogyakarta yang memiliki sikap kritis dan kerap melontarkan kritik kepada negara dan pemerintah mulai dari ungkapan yang halus sampai yang kasar.

Namun, sebagai aparat yang bertugas menjaga stabilitas keamanan saat itu, SBY mengaku lebih memilih mengutamakan komunikasi dan dialog dibandingkan menempuh cara-cara represif.

"Mereka siang hari melakukan unjuk rasa mengkritisi pemerintah dan menginginkan perubahan A, B, C, dan D. Tetapi malam harinya mereka saya ajak berdialog," kata dia.

Alhasil, menurut dia, cara itu berhasil. Meski situasi sosial politik di Yogyakarta tetap dinamis, namun ia memastikan saat itu tidak ada aksi-aksi kekerasan serta gangguan keamanan apa pun di kota gudeg itu.

"Saya tidak bisa mengekang kebebasan mereka untuk berekspresi menyampaikan pandangan-pandangannya tapi 'gentlemen agreement' yang kami buat waktu itu tidak boleh melebihi kepatutannya, melanggar hukum, dan menimbulkan gangguan keamanan," kata Ketua Umum Partai Demokrat tersebut.

Kendati demikian, karena pendekatan yang ia lakukan terhadap elemen mahasiswa yang melakukan aksi-aksi demonstrasi saat itu dianggap terlalu lunak, ia nyaris dicopot dari jabatannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI