Hikayat Ki Pandji Kusmin
Setelah Indonesia merdeka, polemik karya sastra yang dicap anti-Islam juga pernah terjadi. Uniknya, peristiwa itu terjadi setelah Partai Komunis Indonesia—yang kerapkali dituduh anti-Islam—telah dibubarkan oleh penguasa Soeharto.
Tahun 1968, dua tahun setelah tragedi G30S, Indonesia digemparkan oleh sebuah cerita pendek (cerpen) berjudul “Langit Kian Mendung” yang diterbitkan dalam Majalah Sastra Th VI No 8, Edisi Agustus 1968.
Cerpen tersebut berisi kritik sosial terhadap korupsi di Indonesia. Dalam narasinya, si pengarang menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh sentral.
Baca Juga: Pekerja BKI Di-PHK Tanpa Pesangon, Rini Diminta Turun Tangan
Diceritakan, Muhammad SAW yang ditulis sebagai “pensiunan nabi“ merasa bosan hidup di surga sehingga memutuskan menjenguk Bumi. Tapi, ia mendapati banyak perubahan yang tak pernah diperkirakan dirinya saat masih hidup.
Dalam narasi, penulis cerpen itu menceritakan banyak tokoh-tokoh profetik dalam nuansa profan yang kental. Alhasil, cerpen tersebut dianggap sebagai penghinaan terhadap agama.
Tapi, penulis cerpen tersebut tak diketahui. Sebab, si pengarang hanya mencantumkan nama pena, yakni “Ki Pandji Kusmin”.
Hans Bague (HB) Jassin, pemimpin redaksi Majalah Sastra lantas dihadapkan ke muka pengadilan. Oleh hakim, sang sastrawan besar Indonesia itu didesak untuk membuka jati diri Ki Pandji Kusmin yang membuat cerpen tersebut.
Namun, Jassin berkukuh memegang kode etik jurnalisme, sehingga tak mau memberitahukan siapa nama sebenarnya Ki Pandji Kusmin.
Baca Juga: Presiden Akan Datang, Jalan Desa Pasir Suren Mendadak Diaspal
Karena tak mau menjadi kasus berkepanjangan yang bisa “merongrong” kekuasaan Orde Baru, majelis hakim memvonis HB Jassin satu tahun penjara dengan masa percobaan dua bulan.
Jassin menerima vonis tersebut, dan harus menanggung stigma banyak pihak sebagai orang yang ikut menistakan agama. Tapi, diam-diam, banyak kalangan yang menyimpan kegundahan dan ketidaksetujuan atas vonis hakim tersebut.
Hingga Jassin wafat tahun 2000 silam, ia tetap bungkam. Jati diri sebenarnya Ki Padji Kusmin tetap menjadi rahasia yang dibawa dirinya hingga liang lahat.