Suara.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengajak mahasiswa untuk tidak alergi pada proses demokrasi dalam Pilgub dan Pilkada Jateng. Keberadaan mahasiswa menjadi bagian besar sebagai pemilih generasi milenial yang mampu memberikan pembalaran politik pada masyrakat.
Komisioner KPU Pusat Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan ada sekitar 32 persen dari generasi milenial (usia 15-34) atau jumlahnya sekitar 86.022.000 pemilih. Jika milenial golput, maka pemilu akan terancam.
"Sudah pasti proses demokrasi akan terancam, apalagi mahasiswa itu dalam kelas sosial ada di kelas menengah. Banyak parpol mengamati pergerakan kelas menengah ini, karena peran sosialnya penting," katanya, Kamis (5/5), di Semarang.
Menurut Pramono, mahasiswa berperan menyebarkan gagasan dan mampu mengajak para pemilih untuk mendatangi TPS. Selain itu mahasiswa sebagai relawan demokrasi yang akan banyak ide dan gagasan dalam lingkungan sosialnya.
Baca Juga: Pilkada Jateng Dibayangi Tingginya Golput
Mahasiswa juga didorong masuk dalam partai politik, dengan semangat memperbaiki dari dalam parpol. Membawa semangat orientasi dan tujuan yang jelas.
"Karena parpol pilar penting dalam demokrasi kita, problem yang banyak dalam penyelenggaran pemilu itu sebagian besar ada di kandidat, dan kandidat itu diusung oleh parpol, mahasiswa bisa memperbaiki dari sisi itu. Jangan alergi berpolitik," katanya.
Terpisah, Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Jateng, Anjar Nugroho, mengutip studinya, menyampaikan jika jumlah mahasiswa di Jateng ada 296.367 di universitas swasta, dan 140.563 mahasiswa di universitas negeri.
"Jumlah yang signifikan, jadi benar jangan alergi pada politik termasuk boleh masuk parpol. Harus aktif pula pada pengawasan partai politik," paparnya.
Dia juga menyarankan mahasiswa jangan menjadi pemilih golput. Menurutnya golput hanyalah mereka yang tak peduli dan apatis terhadap kemajuan Indonesia.
Baca Juga: Temui Surya Paloh, Ganjar Dapat Wejangan Maju Pilkada Jateng
"Meski golput itu pilihan, tapi itu orang yang apatis pada proses politik, apatis pada perkembangan Indonesia untuk maju," katanya. (Adam Iyasa)