Suara.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menghadirkan ahli sosiologi politik Islam dalam sidang lanjutan gugatan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (5/4/2018).
"Pada persidangan hari ini, kami selaku pihak Tergugat akan menghadirkan dua orang ahli, yaitu ahli sosiologi politik Islam serta ahli pemikiran dan praktik politik Islam," ujar kuasa hukum Menkumham I Wayan Sudirta di PTUN Jakarta.
Belum diketahui siapa ahli yang akan dihadirkan Menkumham. Hingga berita ini ditulis, sidang belum berlangsung.
Pada persidangan sebelumnya, Kamis (29/3) Menkumham telah menghadirkan ahli hukum administrasi negara Zudan Arif Fakhrulloh yang kini menjabat sebagai Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Dalam sidang tersebut Zudan menjelaskan hal-hal terkait keputusan tata usaha negara serta kewenangan pejabat secara umum, yang secara tidak langsung menggambarkan legalitas Pemerintah melalui Menkumham mencabut status badan hukum HTI.
Dia menjelaskan setiap keputusan tata usaha negara dapat dinyatakan sah apabila memenuhi tiga aspek.
Pertama, tertib kewenangan yakni ditandatangani oleh pejabat yang diberikan kewenangan oleh undang-undang.
Kedua, dibuat dengan prosedur yang sudah disepakati dalam institusi. Ketiga, memiliki substansi yang benar yaitu tidak memuat cacat yuridis, tidak khilaf, tidak ada penipuan dan paksaan.
Selanjutnya dalam aspek keberlakuannya, setiap keputusan yang telah dibuat pejabat tata usaha negara itu berlaku sesaat setelah ditandatangani. Sedangkan dalam aspek pemerintahan, ketika ada perbedaan waktu antara tanggal ditandatangani dengan tanggal penyerahan, maka berlakunya ketika tanggal penyerahan terhadap subyek.
Dalam konteks pencabutan badan hukum sebuah organisasi, menurut dia, ketika sudah ditandatangani pencabutan badan hukumnya oleh pejabat tata usaha negara yang berwenang, maka baju atau status badan hukumnya sudah terlepas dan yang tersisa hanya lah anggota-anggota atau mantan anggota badan hukum tersebut.
Dia menjelaskan, siapapun yang dirugikan atas keputusan pejabat tata usaha negara secara pribadi boleh mengajukan gugatan, termasuk anggota badan hukum, sepanjang merasa dirugikan. (Antara)