Suara.com - Diusianya senjanya, Wijiyawati (65) harus merasakan tidur di tenda pengungsian usai musibah kebakaran yang melanda rumahnya beberapa waktu lalu.
Ia mengaku tubuhnya tak cukup kuat untuk tidur di atas terpal tanpa beralaskan kasur. Sudah empat malam ia terpaksa tidur di tenda posko satu berhimpitan dengan puluhan warga lain yang juga korban kebakaran.
"Suka sulit tidur karena udara yang dingin," keluh nenek tiga cucu ini, di posko pengungsian, Taman Kota, Jakarta Barat, Senin (2/4/2018).
Ia mengaku akan terus tinggal ditenda hingga rumahnya kembali dibangun.
Baca Juga: Dapur Umum Kebakaran Taman Kota Sediakan 3.000 Porsi Perhari
"Tinggal ditenda aja. Habis mau kemana. Dikampung juga sudah enggak ada apa-apa lagi," ujarnya.
Wijiyawati menuturkan, anak satu-satunya sudah meninggal dunia dan kini ia tinggal dirumah tersebut bersama suami bernama Kabul Rianto (67) yang sehari-harinya menarik ojek.
"Sampe sekarang suami saya masih ngojek. Cuma pas kebakaran itu saja enggak ngojek," ujarnya.
Kesedihan Wijiyanti semakin menjadi, karena salah satu motor yang kerap digunakan Rianto untuk mengojek ikut terbakar saat kejadian.
Wijiyanti menceritakan jika dirinya dan suaminya tinggal di Taman Kota dari tahun 1984. Dari tahun 1985 Wijiyanti membantu perekonomian keluarga dengan menjual nasi uduk didepan rumahnya.
Baca Juga: Anies Prediksi 300 Rumah Terbakar Akibat Kebakaran Taman Kota
"Saya sendiri jualan nasi uduk. Awalnya saya sempat berkeliling mejajakan dagangan hingga akhirnya jualan di depan rumah. Tapi sudah tiga bulan ini saya tidak jualan karena enggak ada yang bantu," lirihnya.
Usai kebakaran, hartanya semua lenyap. Tak satupun tersisa, namun dirinya mengaku tegar dan iklas.
"Orang saya datang ke Jakarta tanpa membawa apapun, jadi sekarang enggak punya apa-apa lagi ya sudah mau gimana? Berserah saja sama yang diatas," ujarnya pasrah.
Semua harta yang dimilikinya seperti kulkas, tv dan barang elektronik lain terbakar. Namun surat-surat berharga masih sempat ia selamatkan saat kejadian.
"Waktu itu kejadian cepat sekali. Saya sedang sholat magrib. Tiba-tiba sudah terasa panas. Saat saya lihat ke atas api sudah membesar. Saya lari sambil membawa tas yang isinya surat-surat penting," kisahnya.
Saya sudah tidak memikirkan apa-apa lagi selain tempat berlindung yang aman. Bukan hanya itu, saya juga mengkhawatirkan dua cucu saya yang saat itu tengah berada di rumah.
"Panik sekali ya. Banyak yang teriak-teriak juga waktu itu. Tapi untunglah kami selamat," tandasnya.