Orang-orang dulu mengambil kayu dari Gunuang Tigo untuk dibawa ke lokasi pembangunan surau dengan cara berjalan kaki.
"Sedangkan untuk siap seutuhnya, menghabiskan waktu selama bertahun-tahun karena seluruhnya memakai alat tradisional," ujarnya.
Kala itu, kata dia, belum ada alat berat (Eskavator) yang bisa membantu masyarakat dalam proses pengangkatan serta meletakan bahan kayu untuk pembuatannya.
"Pendiri surau Batang Paman dahulunya oleh Syekh Ungku V Koto. Pada waktu itu ia seorang ulama besar yang telah dipercaya untuk mengembangkan dan mempertahankan Islam pada tahun 1800 M silam,” jelasnya.
Baca Juga: Mayat Perempuan Mengapung di Sungai, Organ Intimnya Sobek
Ia mengatakan, dulunya masjid Batang Paman difungsikan masyarakat setempat untuk melaksanakan salat Jumat saja. Sementara Akses jalan yang masih tanah menjadi kendala faktor utama.
Hendra Amir, pemuka masyarakat di Korong Koto Tinggi berharap, Masjid Batang Paman mendapat sentuhan dari pemerintah, agar masyarakat setempat bisa melakukan salat berjemaah di sana.
"Menurut sejarah dahulunya, jika ada tokoh agama tidak salat Jumat didenda menyembelih kambing satu ekor sebagai permintaan maaf kepada sang khalik dan kepada masyarakat. Namun, saat ini masjid sejarah yang berusia ratusan tahun ini tidak berfungsi lagi akibat sudah tidak ada perhatian dari pihak terkait" tutupnya.
Berita ini kali pertama diterbitkan Covesia.com dengan judul "Sudah Berusia Tiga Abad, Masjid Tua di Padang Pariaman ini tidak Pernah jadi Perhatian Pemerintah"
Baca Juga: Vatikan Panik, Paus Fransiskus Disebut Tak Percaya Neraka