Suara.com - Tim Pembela Demokrasi Indonesia mendesak Kepolisian Resor Kabupaten Manggarai untuk mengusut tuntas peristiwa penembakan yang menyebabkan bersarangnya peluru di kepala warga Karot, Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal itu disampaikan oleh Koordinator TPDI Petrus Selestinus, agar aparat kepolisian menjalankan tugasnya sebagai penjaga keamanan.
"Kepolisian RI, dalam hal ini Polres Manggarai harus segera memastikan sekaligus menunjukan tangungjawabnya sebagai institusi negara yang wajib melindungi segenap warga masyarakat, tanpa terkecuali warga masyarakat Manggarai," katanya melui keterangan persnya, Sabtu (31/3/2018).
Petrus meminta aparat kepolisian agar tidak membiarkan Manggarai sebagai ladang pembantaian oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Apalagi, kata dia, ada dugaan keterlibatan oknum polisi dalam kejadian tersebut.
"Jangan biarkan Manggarai, Flores, NTT menjadi 'The Killing Fields' atau 'ladang pembantaian' nyawa manusia," kata Petrus.
Menurutnya, Ferdinandus Taruk (24), pria warga Sondeng, Kelurahan Karot, Kecamatan Langke Rembong, Ruteng, yang ditembak pada tanggal 27 Maret 2018 lalu, bukan merupakan korban pertama dari peristiwa serupa yang terjadi. Sebab, kata Petrus, kejadian dengan adanya warga yang ditembak dimana pelurunya masih bersarang di kepala pernah juga terjadi di Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong.
"Warga bernama Hilarius Woso, pada tanggal 23 September 2017 yang lalu, juga ditembak oleh oknum bersenjata diduga dari oknum Polres Manggarai, kemudian peristiwa yang sama terjadi juga pada tanggal 4 Juli 2013, dua orang nelayan yang berasal dari Pulau Pemana di Sikka, Maumere yaitu, Salim Umar Al Asis (15 thn) dan Bahruddin Labaho (45 thn) yang kebetulan berlayar dekat perairan Reo-Riung, juga menjadi korban penembakan oknum Anggota Polres Manggarai," katanya.
Namun, kata Petrus, terlepas dari siapapun pelakunya, dan siapa korbannya, peristiwa penembakan yang mengakibatkan Ferdinandus Taruk berbaring di Rumah Sakit sungguh meresahkan masyarakat.
"Sebab, kejadian yang menakutkan itu terjadi pada saat umat Kristiani di Ruteng akan merayakan Hari Suci Paskah," kata Petrus.
Petrus menilai dalam mengusut kasus ini, kepolisian belum bekerja maksimal. Padahal kata dia, Polisi seharusnya memberikan prioritas tinggi berupa jaminan keamanan bagi warga Ruteng yang akhir-akhir ini daerahnya tergolong tidak aman karena beberapa kali terjadi penembakan secara misterius terhadap warga silil.
"Dimana peristiwa penembakan itu dengan mudah terjadi dan dilakukan oleh oknum anggota Polri," tegas Petrus.
Sikap Polisi tersebut menurut Petrus akan berpotensi menurunnya kepercayaan masyarakat Manggarai terhadap kinerja institusi Polri, khususnya Polres Manggarai. Karenanya dia meminta Kapolres Manggarai, AKBP Cliffry Steiny Lapian harus bertanggung jawab dan harus memberikan pernyataan yang menyejukan, mengayomi dan melindungi masyarakat dari tindakan brutal, sekalipun itu adalah oknum anggota Polri di Manggarai.
"Jika kemudian ternyata pelaku penembakannya adalah anggota Polri, maka Kapolres Manggarai harus meminta maaf kepada keluarga korban dan membayar ganti rugi atas segala kerugian yang diderita korban serta harus ada jaminan bahwa kejadian penembakan secara misterius, sebagai bentuk penyalahgunaan senjata api dan penyalahgunaan wewenang harus diakhiri," katanya.
"Karena jika tidak dihentikan, maka dikhawatirkan Manggarai kelak akan menjadi 'The Killing Fields' atau ladang pembataian, tanpa ada yang bertanggung jawab," tutup Petrus.
Tim Pembela Demokrasi Indonesia mendesak Kepolisian Resor Kabupaten Manggarai untuk mengusut tuntas peristiwa penembakan yang menyebabkan bersarangnya peluru di kepala warga Karot, Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal itu disampaikan oleh Koordinator TPDI Petrus Selestinus, agar aparat kepolisian menjalankan tugasnya sebagai penjaga keamanan.
"Kepolisian RI, dalam hal ini Polres Manggarai harus segera memastikan sekaligus menunjukan tangungjawabnya sebagai institusi negara yang wajib melindungi segenap warga masyarakat, tanpa terkecuali warga masyarakat Manggarai," katanya melui keterangan persnya, Sabtu (31/3/2018).
Petrus meminta aparat kepolisian agar tidak membiarkan Manggarai sebagai ladang pembantaian oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Apalagi, kata dia, ada dugaan keterlibatan oknum polisi dalam kejadian tersebut.
"Jangan biarkan Manggarai, Flores, NTT menjadi 'The Killing Fields' atau 'ladang pembantaian' nyawa manusia," kata Petrus.
Menurutnya, Ferdinandus Taruk (24), pria warga Sondeng, Kelurahan Karot, Kecamatan Langke Rembong, Ruteng, yang ditembak pada tanggal 27 Maret 2018 lalu, bukan merupakan korban pertama dari peristiwa serupa yang terjadi. Sebab, kata Petrus, kejadian dengan adanya warga yang ditembak dimana pelurunya masih bersarang di kepala pernah juga terjadi di Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong.
"Warga bernama Hilarius Woso, pada tanggal 23 September 2017 yang lalu, juga ditembak oleh oknum bersenjata diduga dari oknum Polres Manggarai, kemudian peristiwa yang sama terjadi juga pada tanggal 4 Juli 2013, dua orang nelayan yang berasal dari Pulau Pemana di Sikka, Maumere yaitu, Salim Umar Al Asis (15 thn) dan Bahruddin Labaho (45 thn) yang kebetulan berlayar dekat perairan Reo-Riung, juga menjadi korban penembakan oknum Anggota Polres Manggarai," katanya.
Namun, kata Petrus, terlepas dari siapapun pelakunya, dan siapa korbannya, peristiwa penembakan yang mengakibatkan Ferdinandus Taruk berbaring di Rumah Sakit sungguh meresahkan masyarakat.
"Sebab, kejadian yang menakutkan itu terjadi pada saat umat Kristiani di Ruteng akan merayakan Hari Suci Paskah," kata Petrus.
Petrus menilai dalam mengusut kasus ini, kepolisian belum bekerja maksimal. Padahal kata dia, Polisi seharusnya memberikan prioritas tinggi berupa jaminan keamanan bagi warga Ruteng yang akhir-akhir ini daerahnya tergolong tidak aman karena beberapa kali terjadi penembakan secara misterius terhadap warga silil.
"Dimana peristiwa penembakan itu dengan mudah terjadi dan dilakukan oleh oknum anggota Polri," tegas Petrus.
Sikap Polisi tersebut menurut Petrus akan berpotensi menurunnya kepercayaan masyarakat Manggarai terhadap kinerja institusi Polri, khususnya Polres Manggarai. Karenanya dia meminta Kapolres Manggarai, AKBP Cliffry Steiny Lapian harus bertanggung jawab dan harus memberikan pernyataan yang menyejukan, mengayomi dan melindungi masyarakat dari tindakan brutal, sekalipun itu adalah oknum anggota Polri di Manggarai.
"Jika kemudian ternyata pelaku penembakannya adalah anggota Polri, maka Kapolres Manggarai harus meminta maaf kepada keluarga korban dan membayar ganti rugi atas segala kerugian yang diderita korban serta harus ada jaminan bahwa kejadian penembakan secara misterius, sebagai bentuk penyalahgunaan senjata api dan penyalahgunaan wewenang harus diakhiri," katanya.
"Karena jika tidak dihentikan, maka dikhawatirkan Manggarai kelak akan menjadi 'The Killing Fields' atau ladang pembataian, tanpa ada yang bertanggung jawab," tutup Petrus.