Suara.com - Terdakwa kasus e-KTP Setya Novanto sudah dituntut 16 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Selain itu, dia juga dituntut membayar denda Rp1 miliar dan membayar uang pengganto sebdar USD7,4 juta dan hak politiknya dicabut selama lima tahun pascamenjalankan hukumannya.
Seusai mendengarkan tuntutan jaksa tersebut, setelah diberi kesmepatan oleh majelis hakim, Setnov mengatakan bakal mengajukan nota pembelaan atau pledoi.
Namun, pada saat itu, dia menyebut ”tuntutan” yang dibacakan oleh jaksa sebagai ”putusan”.
Baca Juga: 'Islam Pura-Pura', Muslim Tionghoa Laporkan Sri Bintang Pamungkas
"Terima kasih yang mulia, kami tetap menghargai apa yang menjadi putusan dari penuntut umum," kata Setnov menanggapi tuntjmutan jaksa KPK di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (29/3/2018).
Setnov mengatakan, dia akan menyampaikan pledoi bersama tim penasihat hukumnya. Dia mengatakan dirinya dan tim penasihat hukum akan menyampaikan pledoi secara sendiri-sendiri.
"Kemudian kami akan menyampaikan pembelaan, baik pribadi maupun melalui tim penasehat hukum, terima kasih yang mulia," katanya.
Setelah mendengar keterangan mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut, Ketua Majelis Hakim Yanto memutuskan sidang selanjutnya pada tanggal 13 April 2018. Sebab, untuk minggu depan, dia sedang bertugas ke luar negeri.
Jaksa menuntut Setnov pidana penjara 16 tahun, karena menyakini dia terima uang USD7,3 juta. Uang tersebut terdiri dari USD3,5 juta diberikan melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan USD1,8 juta dan USD2 juta diberikan melalui perusahaan Made Oka Masagung.
Baca Juga: Persaingan Berat, Alli Belum Tentu Perkuat Inggris di Piala Dunia
Selain itu, Setnov juga menerima satu jam tangan merk Richard Mille seharga USD135 ribu.
Jaksa juga menilai Setnov terbukti melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket e-KTP.
Dia disebut menyalahgunakan kesempatan dan sarana karena kedudukannya sebagai anggota DPR dan ketua Fraksi Golkar, dimana saat itu memiliki hubungan dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong.