Suara.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menggelar sidang lanjutan kasus dugaan suap terkait
pemberian Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) dengan terdakwa Nur Alam.
Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif tersebut menjalani sidang dengan agenda mendengarkan pembacaan putusan atau vonis oleh majelis hakim.
Untuk memberikan dukungan kepada Nur Alam, puluhan warga Sultra datang dan memenuhi ruangan sidang di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2018). Mereka menempati semua bangku yang ada dalam ruangan sidang, dan bahkan ada yang duduk di lantai!
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Nur Alam dengan pidana penjara selama 18 tahun.
Baca Juga: Aditya Moha, Tersangka yang Dielukan Warga Sulut
Selain itu, Nur Alam juga didenda Rp1 miliar dan juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar. Jaksa juga mencabut hak politik Politikus Partai Amanat Nasional tersebut selama lima tahun pasca bebas dari penjara.
Jaksa menilai Nur Alam terbukti secara sah dan menyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Selain terbukti bersalah, hal yang memberatkan tuntutan terhadap Nur Alam adalah karena tidak pernah mengakui perbuatannya dan menyesalinya dalam persidangan.
Sementara hal lain yang memberatkannya adalah perbuatan Nur Alam tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang melakukan upaya pemberantasan korupsi. Kemudian perbuatannya juga mengakibatkan kerusakan lingkungan di Kabupaten Bombana dan Kab Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Adapun satu-satunya hal yang meringankan tuntutan Nur Alam adalah karena dia bersikap sopan selama menjalani persidangan.
Nur Alam didakwa bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara, Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia, Widdi Aswindi menerima hadiah Rp2,7 miliar.
Baca Juga: Lulung: Anies Mirip Jokowi
Penerimaan uang itu yakni terkait pemberian Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan terdakwa juga memperkaya PT Billy Indonesia sebesar Rp1,59 triliun.
Atas perbuatan terdakwa negara disebut menderita kerugian sebesar Rp 4,3 triliun atau setidak-tidaknya Rp1,59 triliun.