Suara.com - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Triwisaksana, menilai laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman perwakilan Jakarta yang berisi temuan empat tindakan maladministrasi yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta terkait kebijakan penataan pedagang kaki lima di Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, bersifat subjektif. Triwisaksana pun mengatakan, Ombudsman perwakilan Jakarta tidak memiliki kewenangan dalam memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Jakarta.
"Kesannya kita melihat ada aroma subjektivitas dalam laporan dari Ombudsman. Pertama, karena Ombudsman perwakilan Jakarta itu sebenarnya tidak memiliki kewenangan memberikan rekomendasi. Rekomendasi diberikan Ombudsman sebagai sebuah lembaga, tidak oleh perwakilan," ujar Triwisaksana di kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Selasa (27/3/2018).
Karenanya, Triwisaksana menuturkan bahwa DPRD Provinsi DKI Jakarta akan melihat lebih jauh terkait laporan akhir hasil pemeriksaan yang dilaporkan Ombudsman perwakilan Jakarta tersebut.
"Seperti yang Pak Gubernur (Anies) sampaikan, kami sambut positif keaktifannya, tetapi jangan sampai ada nuansa atau aroma yang subjektif," kata dia.
Baca Juga: Didesak Tindaklanjuti Temuan Ombudsman, Anies: Belum Juga 24 Jam
Tak hanya itu, politisi PKS tersebut menilai bahwa Ombudsman perwakilan Jakarta lebih menyoroti keras pemerintahan era Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno, dibanding era kepemimpinan sebelumnya. Ia pun mengingatkan bahwa ketika era sebelumnya tidak ada laporan perihal penggusuran Bukit Duri dan reklamasi.
"Sebab kami melihat Ombudsman kali ini tuh, tajam pada saat ini, walaupun tumpul pada waktu yang lalu. Kan ada beberapa kebijakan Pemprov yang lalu-lalu itu sampai tingkatan pelanggaran, kemudian juga dibatalkan pengadilan dan sebagainya, tapi tidak ada laporan dan rekomendasi dari Ombudsman. Contoh, penggusuran Bukit Duri, kemudian reklamasi, dan sebagainya," ucap Triwisaksana.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (RI) perwakilan Jakarta menyebut menemukan empat tindakan maladministrasi yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta terkait kebijakan penataan pedagang kaki lima di Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang. Pelaksana Tugas Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Dominikus mengatakan, empat tindakan maladministrasi tersebut yakni pertama, tidak kompeten dalam mengantisipasi dampak dari penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya.
Kedua menurutnya, kebijakan yang dilakukan Anies itu menyimpang dari prosedur. Kemudian ketiga, tindakan maladministrasi yang dilakukan Anies menurutnya adalah melakukan pengabaian kewajiban hukum, dan keempat, adanya perbuatan melawan hukum karena telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Karenanya, Ombudsman Perwakilan Jakarta menyarankan langkah konkret yang harus dilakukan Pemprov Jakarta terkait hasil temuan tersebut. Langkah pertama adalah melakukan evaluasi secara menyeluruh dan penataan ulang kawasan Tanah Abang sesuai peruntukannyam, agar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: Polisi Siap Dalami Kesalahan Anies di Tanah Abang Versi Ombudsman
Hal tersebut, kata Dominikus, untuk menghindari tindakan maladministrasi yang terjadi pada saat ini, dengan membuat rancangan induk atau grand design kawasan Tanah Abang dan rencana induk penataan PKL, menata dan memaksimalkan Pasar Blok G, dan mengembalikan fungsi Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang sesuai peruntukannya.
"Kedua, menetapkan masa transisi untuk mengatasi maladministrasi yang telah terjadi saat ini, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari dengan melibatkan partisipasi semua pemangku kepentingan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing," kata dia.
Langkah ketiga yang disarankan adalah memaksimalkan peran dan fungsi Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan tugas dan fungsi instansi terkait, sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Langkah keempat yang harus dilakukan Pemprov, kata Dominikus, yakni menjadikan penataan kawasan Tanah Abang sebagai proyek percontohan penataan para pedagang secara menyeluruh, tertib lalu lintas dan jalan raya, pedestrian yang nyaman bagi pejalan kaki, sebagai wujud pelayanan publik yang baik berkelas dunia.
Tak hanya itu, Dominikus mengatakan bahwa pihaknya memberikan waktu selama 30 hari sejak disampaikan LAHP ini kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menyampaikan perkembangan pelaksanaan empat poin tersebut. Kemudian jika Pemprov DKI Jakarta tidak melakukan tindakan korektif pada dalam waktu tiga hari, Ombudsman akan memberikan rekomendasi.
"Dan apabila rekomendasi telah diterbitkan Ombudsman, terlapor dan atasan terlapor wajib melaksanakan rekomendasi tersebut. Rekomendasi dimaksud turut disampaikan kepada Presiden, DPR, dan untuk kepentingan umum akan disampaikan kepada publik luas sesuai ketentuan Pasal 37 ayat 1 dan Pasal 38 ayat 1 dan 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia," tandasnya.