Suara.com - Selesai sudah perlawanan Ahok melalui jalur hukum, agar bisa kembali menghidu udara bebas sekaligus membersihkan nama baiknya.
Itu setelah Hakim Agung Artidjo Alkostar, yang ditunjuk Mahkamah Agung untuk menangani upaya Peninjauan Kembali (PK) kasus penodaan agama yang diajukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menolak berkas sang terpidana, Senin (26/3/2018).
"Ya, sudah diputus siang tadi dan oleh majelis hakim, PK tersebut ditolak," kata juru bicara MA, Suhadi, ketika dihubungi Antara di Jakarta.
Selain Artidjo, anggota majelis hakim lainnya, yakni Salman Luthan dan Sumardijatmo, juga memutuskan untuk menolak upaya PK tersebut.
Baca Juga: Apple Buang Notch, HTC Bakal Hidupkan di U12 Life
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengajukan PK diwakili oleh kuasa hukumnya pada tanggal 2 Februari 2018 kepada MA, melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang memutus perkaranya pada tingkat pertama.
Dalam hal ini Ahok mengajukan PK terhadap Putusan Pengadian Negeri Jakarta Utara Nomor: 1537/Pid.BlZO16/PN.Jkt.Utr yang telah berkekuatan hukum tetap dan sebagian pidananya telah dia jalani.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Mei 2017 memutuskan menjatuhkan pidana penjara dua tahun kepada Ahok karena perkara penodaan agama.
Ahok kemudian mengajukan permohonan banding terhadap putusan hakim, namun lalu mencabut pemohohan bandingnya.
Ahok terjerat perkara penodaan agama setelah video pidatonya di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, ketika dia menyebut adanya pihak yang menggunakan Al Quran Surat Al Maidah 51 untuk membohongi, beredar, dan memicu serangkaian aksi besar dari organisasi-organisasi massa Islam.
Baca Juga: Dua Anggota TNI Sempat 4 Hari Ditahan Polisi Malaysia
Kepala Biro Hubungan Masyarakat MA Abdullah mengatakan, setelah PK ditolak, Ahok akan tetap menjalani hukuman sesuai vonis sebelumnya.
"Kalau sudah ditolak ya sudah selesai dong. Jalani proses hukum saja," kata Abdullah.
Ketika ditanya apakah Ahok akan dipindahkan dari Mako Brimob Kelapa Dua ke Lapas Cipinang, Abdullah mengatakan hal tersebut bukan menjadi kewengannnya.
Menurutnya hal tersebut menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan HAM
"Kalau itu bukan kewenangan kami. Itu kewenangannya Kemenkumham," tukasnya.
Sementara Josefina Agatha Syukur, pengacara Ahok, menegaskan belum bisa memberikan pernyatakaan kepada publik terkait penolakan PK kliennya tersebut.
"Saya belum dapat kabar apa pun dari MA. Kami akan lebih dulu menunggu informasi resmi dari MA," tutur Josefina.
Palu Artidjo
Ahok pernah memuji Hakim Artidjo sebagai sosok yang berintegritas dalam hukum. Namun, siapa sangka, sang hakim yang dikenal ”sangar” terhadap terdakwa korupsi itu menjadi sosok pemupus harapannya untuk segera bebas.
Ahok memuji Artidjo, saat mengetahui hukuman yang diputus sang hakim terhadap mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono diperberat oleh Mahkamah Agung, Kamis, 24 Maret 2016.
Ketika itu, Hukuman Udar diperberat sampai 13 tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider satu tahun kurungan.
Udar terbukti melakukan korupsi pengadaan bus TransJakarta pada 2012-2013. Udar juga diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara lebih kurang Rp6,7 miliar, apabila uang tersebut tak dibayar maka akan ditambah menjadi 4 tahun penjara.
"Bagus, berarti Hakim Agung Artidjo Alkostar top. Itu baru ada keadilan rasa adil," ujar Ahok kala itu.
Artidjo sendiri lama dikenal sebagai hakim yang tak mau memberikan kemudahan bagi terdakwa korupsi.
Bahkan, ia seringkali menambah hukuman bagi pelaku kejahatan yang mengakukan upaya kasasi.
Artidjo pernah menangani kasus korupsi mantan Presiden PK Luthfi Hasan Ishaaq, politikus Partai Demokrat Angelina Sondakh, dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Ia juga pernah menangani kasus korupsi mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan suap pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis.
Kesemua tokoh yang bermasalah tersebut, justru mendapat penambahan hukuman dari Artidjo tatkala melawan putusan di pengadilan tingkat pertama.