Meninggal Dunia, Ini Kisah Probosutedjo si Adik Tiri Soeharto

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 26 Maret 2018 | 10:05 WIB
Meninggal Dunia, Ini Kisah Probosutedjo si Adik Tiri Soeharto
sampul buku memoar Probosutedjo, berjudul "Saya dan Pak Harto". [Internet]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Probosutedjo, adik tiri Soeharto—Presiden kedua RI sekaligus penguasa Orde Baru—meninggal dunia, Senin (26/3/2018) pagi ini.

Ia meninggal setelah empat hari dirawat di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo, Jakarta, sejak Kamis (22/3/2018).

"Ia, Pak Probo meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, pagi tadi. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka, Jalan Diponegoro Nomor 20-22, Menteng, Jakarta Pusat," kata Ketua DPP Partai Berkayar Badaruddin Andi Picunang, mengonfirmasi kabar itu.

Senin sore nanti, sekitar pukul 16.00 WIB, jenazahnya bakal diterbangkan ke Yogyakarta untuk dimakamkan di desa kelahirannya, Kemusuk.

Baca Juga: iPhone dengan Layar Lipat Meluncur di 2020

Probo adalah lelaki kelahiran Desa Kemusuk, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 1 Mei 1930. Ia meninggal pada usia ke-87.

Pada era sang kakak berkuasa secara otoriter, Probo mendapat konsesi berupa pengelolaan hutan tanaman industri (HTI), yang kelak membawanya masuk ke pintu penjara.

Ketika rezim Soeharto runtuh tanggal 21 Mei 1998, Probo pada awal-awal reformasi mencoba lepas dari “bayang-bayang” sang kakak.

Probo secara mengejutkan menampilkan diri sebagai seorang pengikut ajaran Bung Karno, Presiden pertama RI sekaligus tahanan rumah pada awal kekuasaan Soeharto.

Bahkan, Probo mengesahkan dirinya sebagai seorang Soekarnois—yang menjadi tabu saat Orba—dengan menjadi Ketua Umum Partai Nasional Indonesia-Front Marhaenis pada 10 Februari 1999.

Baca Juga: Probosutedjo, Adik Soeharto Meninggal Dunia

Ketika itu, kelompok Marhaenis yang ditekan semasa Orba, mencibir Probo dan menegaskan PNI-FM bukan penerus PNI Bung Karno.

Sementara penulis George Junus Aditjondro dalam bukunya berjudul "Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga" (2006), menilai Probo membangun partai tersebut untuk melindungi sang kakak dan kekayaan.

"Sejak Soeharto jatuh pada 21 Mei 1998 dan penerusnya didesak untuk mengusut kekayaannya, keluarga Soeharto tetap menjaga kekuasaannya melalui sejumlah kerabat yang aktif mendanai partai lama dan partai-partai politik baru," tulis mendiang Aditjondro.

Mengenai Probo, almarhum Aditjondro menuliskan, "Probosutedjo, saudara tiri laki-laki Soeharto, telah memberikan 'bantuan' 300 juta rupiah untuk PNI Massa Marhaen setelah diadakannya kongres partai ini pada akhir Januari 1999, yang memilihnya sebagai presiden partai.”

Kala itu, PNI-FM hanya mendapat jatah 1 kursi di DPR RI melalui Pemilu 1999. Satu-satunya jatah kursi legislatif itu diduduki Probosutedjo sendiri.

Namun, menjadi marhaenis dan anggota DPR tidak lantas Probo lepas dari jerat hukum. Kasus mengenai patgulipat hutan tanaman industri pada era Orba, ternyata turut menyeret dirinya.

Dalam kasus itu, Probo akhirnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada April 2003. Ia dijatuhi hukuman 4 tahun penjara atas kasus dana reboisasi HTI senilai Rp100,931 miliar.

Probosutedjo langsung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, yang kemudian mengurangi masa hukumanya menjadi dua tahun.

Sementara ketika mencoba upaya kasasi pada medio November 2005, Mahkamah Agung justru mengeluarkan putusan yang menguatkan vonis PN Jakpus, yakni pidana 4 tahun penjara, denda Rp30 juta subsider tiga bulan kurungan dan wajib membayar uang pengganti kerugian senilai Rp100,9 miliar.

Putusan MA itu segera ditindaklanjuti Kejaksaan selalu eksekutor. Pada 30 November 2005, bos PT Menara Hutan Buana itu masuk Lapas Cipinang, Jakarta Timur, dan kemudian dipindah ke Lapas Sukamiskin Bandung.

Saat mengajukan upaya kasasi, persisnya tanggal 11 Oktober 2005, Probo mengakui memberikan uang senilai Rp6 miliar kepada pengacaranya, Harini Wiyoso.

Probo mengakui, uang itu untuk menyuap Ketua Mahkamah Agung Bagir manan dan anggota lain yang menangangi perkaranya, yakni Parman Suparman dan Usman Karim.

Namun, per 31 Oktober 2005, seluruh jajaran hakim perkara Probo digantikan Iskandar Kamil, Atja Sondjaya, Harifin A Tumpa, Djoko Sarwoko, dan Rehngena Purba.

Sebulan kemudian, 28 November 2005, Majelis Hakim tingkat kasasi Mahkamah Agung memutuskan untuk menghukum Probosutedjo empat tahun penjara serta denda sebesar Rp.30 juta subsider 3 bulan penjara.

Ia juga harus membayar kembali Rp.100,931 miliar sebagai pengganti uang yang dikorupsi tersebut.

Setelah menjalani dua per tiga masa hukumannya di Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin di Bandung, ia dibebaskan pada 12 Maret 2008.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI