Sihir dan Perbudakan Modern Buruh Migran di Arab Saudi

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 26 Maret 2018 | 08:15 WIB
Sihir dan Perbudakan Modern Buruh Migran di Arab Saudi
Algojo ISIS "Si Bulldozer". (Internet)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dalam tayangan itu, sang pembantu merapal mantra kepada keluarga majikannya dan menjadikan mereka sebagai budak.

Tentu saja stereotip ini sangat berbahaya, karena menurut Professor Antoinette Vlieger yang pernah melakukan penelitian lapangan soal buruh migran di Arab Saudi, otoritas setempat tidak punya sistem yang jelas untuk membuktikan praktik sihir yang dituduhkan pada seseorang.

Sistem "Kafala"

Cerita tentang sihir ini adalah gambaran betapa rentannya nasib pekerja migran di Arab Saudi. Secara umum, jumlah buruh asing di negara tersebut kini telah mencapai angka sembilan juta orang, atau hampir setara dengan angkatan kerja lokal yang hanya sekitar 12 juta.

Baca Juga: Komentari Prabowo, SBY: Tak Cukup Hanya Teriak 'NKRI Harga Mati'

Indonesia sendiri menyumbang buruh sebanyak lebih dari satu juta orang.

Selain rentan terhadap sistem hukum yang tidak umum di kalangan komunitas internasional, para pekerja migran itu juga menjadi korban dari sistem bernama "kafala" yang menurut Vlieger, dalam laporan penelitian berjudul "Domestic workers in Saudi Arabia and the Emirates: a socio-legal study on conflicts", bisa dikategorikan sebagai perbudakan modern.

"Kafala" adalah sebuah aturan tenaga kerja di mana status visa seorang buruh migran terikat sepenuhnya terhadap pemberi kerja (sponsor), yang mengundang mereka untuk bekerja di Arab Saudi.

Hal ini berarti mereka tidak bisa masuk atau keluar Arab Saudi, ataupun berpindah pekerjaan tanpa izin dari sang sponsor.

"Ini adalah kasus pengendalian ekstrem oleh seseorang terhadap orang lain, sehingga bisa dikatakan sebagai perbudakan," tulis Vliegel, yang juga menambahkan bahwa PBB perlu mendefinisikan ulang kata perbudakan sehingga praktik sejenis ini bisa masuk ke dalamnya.

Baca Juga: Bom Bunuh Diri Serang Masjid Syiah di Afghanistan, Tiga Tewas

“Dengan sistem kafala, seorang pemberi kerja bisa dengan mudah menahan paspor buruh migran, menunda pemberian gaji, dan bahkan memaksa mereka untuk bekerja di luar kesepakatan kontrak,” kata lembaga Human Rights Watch (HRW) dalam laporan tahunan mereka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI