Suara.com - Program Reforma Agraria yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dinilai tidak berhasil mengurangi monopoli kepemilikan lahan garapan di berbagai daerah.
Sebaliknya, program reforma agraria yang mengandalkan kebijakan sertifikasi tanah rakyat tersebut justru meningkatkan monopoli tanah di tangan segelintir tuan tanah besar baik perusahaan swasta maupun negara.
Hal tersebut merupakan resolusi Rapat Pleno Dewan Pemimpin Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), yang digelar di Jakarta, Sabtu (17/3) sampai Selasa (20/3) pekan ini, di Jakarta.
AGRA adalah organisasi massa petani, masyarakat adat, dan kaum minoritas berskala nasional, yang mempromosikan reforma agraria sejati (genuine agrarian reform) guna membangun industri nasional kuat.
Baca Juga: Linimasa Instagram Kembali Normal
”Pemerintah memublikasikan tiga tahun pelaksaan program reforma agraria pada Januari 2018. Dalam publikasikanya, pemerintah membanggakan Jokowi yang berhasil membagikan sertifikat tanah seluas 6.376.460 bidang dengan luasan 1.958.928 hektare,” terang Ketua AGRA Rahmat, Jumat (23/3/2018).
Selain itu, kata dia, rezim Jokowi-JK membanggakan keberhasilan mendistribusikan 262.321 bidang seluas 199.726 ha aset bekas hak guna usaha partikelir dan tanah terlantar.
Tak hanya itu, pelepasan kawasan hutan sebanyak 750.123 ha sebagai tanah obyek Reforma Agraria (TORA), juga turut dibanggakan pemerintah.
”Tapi, secara hakikat, reforma agraria yang dilakukan Jokowi-JK adalah sertifikasi tanah. Jadi, tidak ada sejengkal pun tanah yang diambil dari tangan tuan-tuan tanah dan dibagikan kepada petani tak bertanah. Jadi, tak sejengkal pun tanah yang dimonopoli berhasil dikurangi melalui program itu,” tegasnya.
Baca Juga: Facebook Didenda Gara-gara Memperlambat Akses Internet
Rahmat menuturkan, AGRA menilai program sertifikasi tanah Jokowi-JK hanyalah land administration project (LAP), atau hanya mendata dan melegalisasi tanah-tanah yang sebelumnya sudah dimiliki perorangan.