Riuhnya Polemik Tsamara, Haruskah Kaum Muda ke Politik Praktis?

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 22 Maret 2018 | 20:12 WIB
Riuhnya Polemik Tsamara, Haruskah Kaum Muda ke Politik Praktis?
Tsamara Amany [Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Melalui akun Twitter miliknya, Ariel menilai Tsamara tak memahami sejarah politik kaum muda Indonesia, terutama pada era 1960-an dan 1990-an.

"Saya hormat pada komitmen anak muda ini. Selagi muda, masih banyak PR-nya. Termasuk memahami lebih baik sejarah politik masa lampau, khususnya kurun dekade 1960an. Pemahaman masa lampau yang cacat akan berdampak pada wawasannya pada politik masa kini," tulis Ariel, Selasa (20/3/2018).

Menurutnya, opini Tsamara yang menafsirkan sistem Demokrasi Terpimpin era Soekarno sama seperti era Orba—yakni membungkam kritik—justru tak berdasar.

”Yang ditulisnya tentang tahun 1960an  itu hasil hapalan dari bahan indoktrinasi dan propaganda Orde Baru yang dikritiknya sendiri,” tulis Ariel.

Baca Juga: Pola Permainan Sudah Terbaca Bhayangkara, Teco Tetap Pede

”Salah satu pokok yang paling serius dari propaganda Orba adalah pandangan ’Sistem Demokrasi Terpimpin Bung Karno membuat anak muda tak bisa dengan leluasa memberikan masukan.’ Leluasa bagi kaum muda ’kiri’ seusia Tsamara, dan tidak bagi yang ’kanan’ yang promiliter dan Amerika Serikat,” tambahnya.

 Sementara seorang perempuan aktivis mahasiswa bernama Asterlyta Putrinda, melalui laman Blogspot, juga melancarkan kritik atas opini Tsamara.

Menurutnya, anjuran Tsamara agar kaum muda berjuang melalui parpol peserta pemilu justru mengaburkan akar persoalan pemuda maupun masyarakat.

”Masuk ke dalam politik praktis bukan jalan yang tepat, atau bahkan justru menyesatkan,” tukasnya.

Ia menjelaskan, Indonesia memunyai kaum muda yang terbilang besar. Tapi, beragam kebijakan liberalisasi pendidikan membuat banyak kaum muda miskin tak mampu mengakses pendidikan tinggi.

Baca Juga: Usai Diperiksa Sebagai Tersangka, Lyra Virna: Alhamdulillah...

”Alhasil, kaum muda yang banyak ini menghadapi masalah besar seperti pengangguran. Sementara yang mengenyam pendidikan juga harus menghadapi persoalan minimnya lapangan pekerjaan. Lalu apa peran politik praktis kepada pemuda ini? Mampu membebaskan? Atau Tsamara secara individualis hanya berbicara tentang kepentingan borjuasi,” tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI