Pendemo Perempuan Mandi Bareng di Balai Kota, Anies: Saya Temui

Kamis, 22 Maret 2018 | 14:39 WIB
Pendemo Perempuan Mandi Bareng di Balai Kota, Anies: Saya Temui
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan [Suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta menggelar aksi mandi bareng di Balai Kota Jakarta, Kamis (22/3/2018). Mereka protes Pemerintah DKI Jakarta yang melakukan swastanisasi air.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan menemui para pendemo yang mayoritas perempuan tersebut.

"Oh nanti saya akan ketemu," ujar Anies di Wali Kota Jakarta Barat, Puri Indah, Jakarta Barat, Kamis (22/3/2018).

Mantan Menteri Pendidikan dan Pendidikan itu akan menaati keputusan Mahkamah Agung.

Baca Juga: Protes ke Anies, Pendemo Perempuan Mandi Bareng di Balai Kota

"Tapi intinya kita (Masyarakat) yang namanya warga negara apalagi penyelenggara negara, harus mentaati semua putusan Mahkamah Agung. Kami akan taati," kata dia.

‎Sebelumnya, Sigit Budiono dari KRUHA mengatakan koalisi tersebut menuntut Gubernur Anies Baswedan untuk segera melaksanakan putusan Mahkamah Agung No 31/Pdt/2017 yang telah memutus terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta karena gagal memenuhi hak atas air dan merugikan warga Jakarta.

MA juga memerintahkan untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta dan mengembalikan pengelolaan air minum kepada publik.

Mahkamah Konstitusi juga menegaskan bahwa PDAM harus diposisikan sebagai unit operasional negara dalam merealisasikan kewajiban negara dan bukan sebagai perusahaan yang berorientasi pada keuntungan.

Konstitusi menyatakan negara harus memenuhi hak rakyat atas air dan akses terhadap air adalah salah satu hak asasi yang harus ditegakkan.

Baca Juga: Prabowo Ramalkan Indonesia Bubar 2030, Anies Geleng-Geleng Kepala

"Tindakan Pemprov DKI dan PAM Jaya yang merestrukturisasi kerjasama dengan dua perusahaan swasta asing (Aerta dan Palyja) dari pada melayani kepentingan utama publik merupakan bentuk pembangkangan terhadap putusan MA dan tidak menghormati prinsip negara hukum yang telah ditetapkan UUD 1945," ujar dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI