Setnov Sebut Puan dan Pramono Dapat Duit e-KTP, PDIP Bantah

Kamis, 22 Maret 2018 | 13:20 WIB
Setnov Sebut Puan dan Pramono Dapat Duit e-KTP, PDIP Bantah
Menko PMK yang juga putri Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (27/2/2018). [Suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Nama dua politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Puan Maharani dan Pramono Anung, disebut ikut menerima uang ‘bancakan’ proyek KTP elektronik, saat masih menjadi anggota DPR periode 2009-2014.

Puan kekinian sudah menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Sementara Pramono menjadi Sekretaris Kabinet Presiden Joko Widodo-Wakil Pesiden Jusuf Kalla.

Nama keduanya disebut menerima uang hasil patgulipat dana e-KTP tahun 2011-2012 oleh Setya Novanto, dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/3/2018). Setnov sendiri disidang sebagai tersangka kasus korupsi tersebut.

"Bu Puan Maharani Ketua Fraksi PDI-P dan Pramono adalah (menerima) USD500 ribu. Itu keterangan Made Oka," kata Novanto kepada majelis hakim.

Baca Juga: Protes ke Anies, Pendemo Perempuan Mandi Bareng di Balai Kota

Namun, keterangan mantan Ketua DPR dalam persidangan tersebut dibantah Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristyanto.

Ia menegaskan, ketika proyek e-KTP dibahas di DPR, partainya kala itu berstatus oposan, sehingga tak mungkin menjadi penentu keputusan serta menerima duit haram tersebut.

"Dalam sejumlah keputusan strategis yang dihasilkan melalui voting, PDIP praktis selalu ‘dikalahkan’. Misalnya penolakan impor beras, penolahan UU Penanaman Moda, dan UU Free Trade Zone, jadi tak mungkin,” kata Hasto melalui pesan tertulis.

PDIP, kata Hasto, kala itu tak memunyai kekuatan politik mumpuni untuk menentukan suatu kebijakan, termasuk soal e-KTP.

Apalagi, sambungnya, PDIP saat itu juga mengajukan konsep e-KTP yang berbeda dari yang direalisasikan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Baca Juga: Fitur Ini Bikin Konsumen Makin Bijak Pilih Transportasi Online

"Kami saat itu mengusulkan e-KTP bukan pada pendekatan proyek, tapi melalui ‘integrasi data’ antara data pajak, BKKBN, kependudukan dan validasi melalui sistem single identity number (nomor identitas tunggal),” jelasnya.

Sistem tersebut, juga diusulkan diintegrasikan dengan rumah sakit, puskesmas, hingga kepada dokter kandungan dan bidan.

"Dengan demikian pada hari H, dan jam ketika sistem tersebut diberlakukan, maka jika ada bayi yang lahir di wilayah NKRI, maka secara otomatis bayi tersebut akan mendapatkan kartu single identity number tersebut. Itulah konsepsi kami, yang bertolak belakang dengan konsepsi Pemerintah," ujar Hasto.

PDIP meminta Menteri Dalam Negeri yang menjabat saat itu, Gamawan Fauzi memberikan jawaban secara gamblang terkait akar persoalan korupsi e-KTP.

“Itu bagian tanggung jawab moral politik kepada rakyat. Mengapa? Sebab pemerintahan tersebut pada awal kampanyenya menjanjikan “katakan tidak pada korupsi”, dan hasilnya, begitu banyak kasus korupsi yang terjadi, tentu rakyatlah yang akan menilai akar dari persoalan korupsi tersebut, termasuk e-KTP," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI