Suara.com - Sebanyak 643 Kartu Indonesia Pintar (KIP) ditemukan oleh seorang warga penyedia jasa mencuci pakaian atau laundry di Surabaya, pada hari Rabu (21/3/2018) kemarin. Kartu sakti itu diduga sengaja dibuang oleh oknum karena tak tersalurkan dengan baik.
Menanggapi penemuan KIP tersebut, Anggoto Komisi X DPR Fraksi Partai Gerindra, M. Nizar Zahro menilai, itu membuktikan pendistribusian KIP yang mestinya ditujukan bagi siswa-siswi kurang mampu, bermasalah.
"Gaung keberhasilan yang selama ini didengungkan ternyata kan jauh dari kenyataan. Seperti penyakit era Orde Baru, yakni bantuan tak sampai pada yang berhak menerima," kata Nizar di DPR, Jakarta, Kamis (22/3/2018).
Anehnya, lanjut Nizar, 643 KIP yang ditemukan di tumpukan pakain kotor itu sama sekali belum dicairkan. Dia mengatakan, yang mestinya dikritisi dalam kasus ini yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena tidak melakukan kroscek hingga ke lapangan.
"Sehingga kasus lenyapnya 643 KIP tak terdeteksi jajaran Kemendikbud," ujar Nizar.
Semestinya pihak Kemendikbud tak berhenti hanya sampai pada tahap pengirimannya saja, tapi juga harus mengecek kepada pihak penerima apakah sudah menerima KIP atau belum.
Pihak Kemendikbud juga harus pro aktif bertanya ke perbankan apakah dana bantuan pemerintah itu sudah dicairkan atau belum.
"Bila kroscek itu dilakukan maka kasus hilangnya 643 kartu KIP akan diketahui 2 tahun yang lalu. Karena pihak Kemendikbud diam saja, maka kasus ini baru terbongkar sekarang, itupun karena laporan anak pemilik laundry, bukan pihak Kemendikbud," tutur Nizar.
Selain Kemendikbud, perbankan juga patut dimintai pertanggungjawaban karena tak melaporkan adanya dana yang belum dicairkan. Menurut Nizar, perbankan adalah bidang kerja yang profesional, di mana audit keuangan selalu dilakukan setiap berkala.
"Aneh jika selama 2 tahun perbankan membiarkan mengendapnya uang bantuan pemerintah. Atas diamnya pihak perbankan ini, ya maka patut diajukan pertanyaan apakah kasus mengendapnya bantuan pemerintah di perbankan merupakan hal yang lumrah?," ujar Nizar.
"Jika ini yang terjadi, ya maka pihak perbankan wajib mengumumkan berapa jumlah bantuan pemerintah yang mengendap di kasnya. Pihak perbankan tidak boleh mengambil keuntungan atas mengendapnya bantuan pemerintah yang belum dicairkan oleh penerimanya," Nizar menambahkan.
Nizar pun meminta pihak kepolisian segera mengusut kasus ini hingga tuntas.
"Pihak-pihak yang bertanggung jawab harus diseret ke pengadilan. Agar kasus serupa tidak lagi terjadi di masa yang akan datang," kata Nizar.
643 KIP tersebut ditemukan di salah satu penyedia jasa laundry, di Jalan Nginden Jangkungan, Surabaya, Jawa Timur. Kartu andalan Presiden Joko Widodo ditemukan di dalam sebuah karung yang berisi ratusan amplop berwarna putih. Saat amplop dibuka ternyata berisi KPI.
643 KIP tersebut mestinya diberikan kepada para pelajar kurang mampu di kelurahan Peputih dan Gebang, Kecamatan Sukolilo, Surabaya, sejak tahun 2015 yang lalu. Saat ini barang bukti telah diamankan oleh pihak kepolisian, dan sejumlah saksi telah diperiksa atas penemuan kartu-kartu itu.