Suara.com - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memprediksi Indonesia terancam menjadi negara gagal seperti Zimbabwe, Nigeria dan Sri Lanka. Itu akan terjadi jika pemerintah tak mampu mangkonfersi hutang luar negeri menjadi sumber produktifitas ekonomi
Zimbabwe, Nigeria dan Sri Lanka menjadi sedikit dari sekian negara yang gagal memanfaatkan hutang luar negeri menjadi modal prekonomian yang positif. Akibatnya, mereka harus menanggung berbagai kebijakan merugikan dari negara pemberi hutang.
Zimbabwe harus merelakan mata uangnya digantikan oleh yuan karena tak mampu membayar hutang sebesar 40 juta dolar Amerika Serikat kepada Cina. Sementara Sri Lanka harus menjual 70 persen saham pelabuhan Hambatota dan merelakan insfrastrukturnya itu di akusisi BUMN China.
Hutang Indonesia dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Setidaknya, dari total hutang pemerintah dan swasta, hingga kini hutang Indonesia berjumlah Rp7.000 triliun.
Baca Juga: JK Sebut Terorisme Datang dari Negara Gagal
Dari sisi pemerintah saja, volume hutang luar negeri terus berjejal. Dari Rp3.165,13 triliun pada 2015, hutang Indonesia menjadi Rp4.034,8 triliun pada medio Februari tahun ini.
Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati khawatir nasib Indonesia akan seperti negara-negara di atas jika melihat tingginya jumlah hutang negara yang tak berbarengan dengan pertumbuhan ekonomi.
"Apakah dengan posisi out-standing ini rasio kita masih cukup aman dan kita tidak akan terjebak atau terperangkap sebagaimana negara-negara seperti Yunani yang mengalami perosalan yang berawal dari hutang yg terus membengkak namun tidak produktif?" Kata Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati di Kantor INDEF, Jakarta, Rabu (21/3/2018).
Sementara, peneliti senior INDEF, Faisal Basri mengatakan rendahnya pemanfaatan hutang luar negeri untuk peningkatan ekonomi karena pergeseran fokus.
Ia mencontohkan, di zaman orde baru seluruh hutang luar negeri dialokasikan ke sektor pembanguan. Tapi saat ini, hutang digunakan untuk penguatan sektor-sektor lain salah satunya untuk belanja pegawai.
Baca Juga: YLBHI: Negara Gagal Tangani Kasus Vaksin Palsu
"Terbukti bahwa hutang digunakan lebih banyak untuk penguatan pos-pos lain, untuk belanja pegawai, ini bukan jaman orba hutang untuk pembangunan. Sekarang hutang untuk umum atau generik," ungkap Faisal.