Menaker Evaluasi Turunkan Risiko TKI Dihukum Mati

Selasa, 20 Maret 2018 | 23:46 WIB
Menaker Evaluasi Turunkan Risiko TKI Dihukum Mati
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menggelar dialog dengan perwakilan gerakan buruh di Jakarta, Selasa (18/4/2017). [Dok Kementerian Ketenagakerjaan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menyatakan akan memperkuat negosiasi bilateral untuk mengurangi risiko yang dihadapi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang menghadapi masalah hukum.

"Ke depan kita akan memperkuat negosiasi bilateral kita, termasuk skema penyelesaian masalah seperti gaji tidak dibayar, TKI diperkosa dan sebagainya," kata Menaker dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa (20/3/2018) sore.

Hanif mengaku segala jenis migrasi pasti berisiko, begitu juga migrasi untuk bekerja, namun pemerintah disebutnya akan menyiapkan mekanisme penyelesaian yang lebih efektif dan terus melakukan evaluasi.

"Migrasi pasti berisiko tapi tentu kita tidak berharap ada risiko, tapi yang pasti jika ada risiko ada mekanisme yang jelas untuk mengatasinya," ujar Hanif.

Baca Juga: Menaker: Indonesia Sudah Membela TKI Zaini

Dalam rapat kerja yang dipimpin oleh Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf dan dihadiri oleh 15 anggota dari sembilan fraksi di DPR tersebut, Menaker kembali menyampaikan bela sungkawa kepada keluarga korban pekerja migran Indonesia asal Bangkalan, Madura, Muhammad Zaini Misrin Arsyad yang dieksekusi mati pada Minggu (18/3/2018) oleh otoritas Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Zaini Misrin yang berprofesi sebagai sopir didakwa membunuh majikannya yang bernama Abdullah bin Umar al-Sindi, dan ditangkap pada tahun 2004 kemudian dijatuhi hukuman mati pada 2008.

"Pemerintah menyesalkan peristiwa ini karena dua hal yaitu pertama, tidak ada notifikasi resmi kepada pemerintah cq KBRI dan kedua, eksekusi dilakukan dlm proses kita melakukan peninjauan kembali kasus tersebut," ujar Hanif.

Menaker mengakui karena tidak ada pemberitahuan maka sulit untuk pemerintah mengetahui mengenai eksekusi tersebut. Terutama karena Arab Saudi menganut sistem hukum yang berbeda dengan Indonesia, misalnya, pengadilan di Indonesia dilakukan secara terbuka, namun tidak di Arab Saudi.

Menaker menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan langkah-langkah luar biasa untuk menangani kasus tersebut. Namun sistem hukum berbeda mempersulit upaya tersebut.

Baca Juga: Penganiaya TKI Tak Dipenjara, Rakyat Malaysia Marah

"Jadi sulit di kita karena hukum di sana tergantung kepada ahli waris. Jika memberikan permaafan maka hukumannya bisa lebih ringan, tapi keluarga tetap bergeming tidak memberikan maaf sehingga terjadi," tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI