Suara.com - Partai Gerindra berharap dua partai pendukung pemerintah, yakni Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, memahami bahwa Presiden Joko Widodo harus cuti kalau ditetapkan sebagai peserta Pilpres 2019.
Partai Golkar dan PDIP sebelumnya bersepakat, untuk tidak menyetujui ketentuan presiden harus mengajukan cuti kampanye pada Pilpres 2019.
Kedua partai itu menilai presiden adalah simbol negara, yang tak boleh menanggalkan jabatannya kecuali telah tergantikan presiden baru.
Namun, Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, presiden diharuskan cuti kalau mengikuti pilpres, seperti para kepala daerah yang menjadi calon petahana dalam pilkada.
Baca Juga: Tiga Tahun Komplotan Ini Edarkan Materai Palsu, Negara Rugi Rp6 M
"Soal cuti kampanye bagi presiden, juga pilkada di indonesia itu diatur perundang-undangan. Itu juga berlaku pada periode-periode sebelumnya," kata Riza di DPR, Jakarta, Selasa (20/3/2018).
Riza meminta partai pendukung pemerintah memahami ketentuan tersebut. Sebab, aturan itu dibuat bukan hanya untuk kepentingan sekelompok golongan, melainkan bangsa.
"Jadi harus ada keadilan di sini, ada kesetaraan, harus ada kesamaan, jadi pemilu yang adil itu harus mulai dengan kesetaraan dan keadilan," ujar Riza.
Riza menilai, jika kandidat petahana tidak cuti saat berkampanye, sangat rentan terhadap penyalahgunaaan kekuasaan. Petahana bisa saja memanfaatkan jabatan yang masih melekat padanya untuk meraih kemenangan.
"Dulu kan ada kasus dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) sebagai calon petahana tak mau cuti. Tapi kan tidak bisa,” terangnya.
Baca Juga: Sudan, Badak Putih yang Pipis pun Dikawal Tentara Itu Mati
Riza memastikan, Gerindra akan menetang apabila ketetuan cuti kampanye bagi calon presiden petahana tak diindahkan.