Suara.com - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menilai usulan Komisi Pemberantasan Korupsi, agar pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait penggantian calon peserta pilkada yang tersangkut kasus pidana sulit diterapkan.
"Perppu itu kan tidak mudah. Penyelesaian Perppu itu sendiri harus ada ketetapan mengganti calon. Gantinya bagaimana. Parpol harus mengadakan seleksi lagi, kan butuh waktu," ujar Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (15/3/2018).
Wiranto menjelaskan, imbauan ke KPK agar menunda rencana pengumuman tersangka korupsi peserta Pilkada Serentak 2018 muncul setelah melakukan rapat koordinasi dengan perwakilan KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Kemudian, rapat untuk mengamankan pelaksanaan Pilkada, kata Wiranto, juga dihadiri Kapolri, Panglima TNI, Menkum HAM, dan Mendagri.
"Bagaimana sekarang kalau dalam pendaftaran calon sudah ditetapkan sampai pelaksanaan pencoblosan ada pasangan calon yang kemudian ditangkap karena terlibat tindak pidana korupsi?," kata Wiranto.
Wiranto kemudian menceritakan hal teknis apabila ada salah satu pasangan calon yang ditangkap kasus korupsi oleh KPK.
Menurut Wiranto, penyelengara Pilkada mau tidak mau harus mengganti kertas suara yang sudah terlanjut tercetak agar proses pesta demokrasi tetap berjalan.
"Atau pasangan calon ada tiga, satu kena. Berarti delete nya gimana? Ini dari segi teknis ya. Tapi nanti gimana saat pencoblosan (kalau ada) pasangan calon ditangkap, tinggal satu paslon lagi? Berarti proses itu nggak jalan," kata dia.
"Bisa muncul kegaduhan, bisa muncul tuduhan nuansa politik untuk KPK," Wiranto menambahkan.
Ketua dewan pembina Partai Hanura ini mengklaim imbauan ke KPK untuk mencegah terjadinya kegaduhan saat pesta demokrasi. Wiranto tidak masalah imbauannya ditolak KPK.