Di Balik Sepatu Adidas, Mereka Menderita dan Berjuang

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 15 Maret 2018 | 15:07 WIB
Di Balik Sepatu Adidas, Mereka Menderita dan Berjuang
Tak kurang dari 50 buruh bekas pekerja pabrik sepatu Adidas dan Mizuno, berunjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Jerman dan Adidas Indonesia di Jakarta, Kamis (15/3/2018). [SBGT-GSBI]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tak kurang dari 50 buruh bekas pekerja pabrik sepatu Adidas dan Mizuno, berunjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Jerman dan Adidas Indonesia di Jakarta, Kamis (15/3/2018).

Ketua Serikat Buruh Garmen, Tekstil dan Sepatu (SBGTS) Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) PT Panarub Dwikarya Kokom Komalawati mengatakan, mereka menuntut tanggung jawab Adidas Indonesia untuk menuntaskan persoalan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 1300 buruh Adidas tahun 2012.

“Sudah hampir enam tahun, belum ada itikad baik mereka untuk menyelesaikan persoalan,” kata Kokom kepada Anadolu Agency.

PT Panarub Dwikarya, ujar Kokom, merupakan perusahaan produsen sepatu Adidas milik Adidas Indonesia. Ini merupakan aksi ke-188 mereka untuk menuntut kejelasan nasib.

Baca Juga: Dokter RS Medika Ungkap Keanehan Baru Kecelakaan Setnov

Sebelumnya mereka sudah mengadukan kasusnye ke Komisi Hak Asasi Manusia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, juga Komisi Nasional Perempuan.

Di-PHK karena unjuk rasa

Persoalan PHK, kata Kokom, bermula ketika 2000 buruh PT Panarub Dwikarya berunjuk rasa pada Juli 2012.

Mereka menuntut agar PT Panarub Dwikarya memenuhi upah sektoral seperti yang direkomendasikan Adidas Indonesia, kebebasan berserikat, dan perbaikan kondisi kerja.

Bukannya solusi dari persoalan yang ada, kata Kokom, PT Panarub justru mem-PHK 1300 buruh yang ikut dalam unjuk rasa.

Baca Juga: Ini Komentar Messi Usai Cetak 100 Gol di Liga Champions

Tak hanya itu, PT Panarub juga berkoordinasi dengan berbagai perusahaan produsen sepatu di Tangerang untuk memasukkan nama-nama peserta unjuk rasa dalam “daftar hitam”.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI