Suara.com - Perdana Menteri Inggris Theresa May mengusir 23 diplomat Rusia, Rabu (14/3/2018) waktu setempat.
PM May beralasan, seperti dilansir New York Times, pengusiran itu adalah sanksi bagi Rusia yang diklaim menjadi dalang pembunuhan mantan mata-mata mereka sendiri, Sergei V Skripal.
Dalam pidatonya di parlemen, PM May mengatakan pengusiran tersebut dilakukan setelah Rusia melewati batas waktu untuk memberikan penjelasan mengenai keterlibatan mereka dalam kematian Skripal.
"Investigasi polisi kita menunjukkan, Skripal dibunuh oleh agen-agen Rusia. Pembunuhan seperti ini tak bisa dibenarkan ada di Inggris. Rusia juga tak memberikan keterangan lengkap mengenai hal ini. Mereka sudah sebulan melewati tenggat waktu," tutur May.
Baca Juga: Anies Hadir di Serah Terima Jabatan Pangarmabar dan Pangkolimil
"Pembunuhan yang dilakukan Rusia di tanah Inggris itu artinya adalah, melawan kedaulatan Kerajaan Britania. Jadi, harus dilawan dengan kekuatan penuh pula," tambahnya.
Sergei tewas diracun setelah ditemukan tak sadarkan diri bersama putrinya, Yuli, di sebuah bangku daerah Salisbury, 4 Maret 2017.
Setelah diautopsi, terdapat sisa racun Novichok di tubuhnya. Novichok adalah racun penghancur saraf paling mematikan di dunia.
Racun tersebut kali pertama dibuat pada era 1970-an oleh ilmuwan Uni Soviet, dan dikembangkan menjadi salah satu senjata terhebat bagi mata-mata mereka.
Penemuan racun tersebut membuat Inggris mencurigai Rusia berada di balik pembunuhan tersebut. Apalagi, Skripal diketahui sebagai mantan mata-mata Rusia.
Baca Juga: Sering Ngantuk Sepanjang Hari, Waspadai Kondisi Ini!
Inggris mengklaim, Rusia membunuh Skripal yang dianggap berkhianat karena menjual informasi rahasia kepada MI6, lembaga intelijen Inggris pada tahun 1995, saat dia masih berpangkat kolonel dalam dinas Rusia.