Surabaya Black Hat Pernah Retas 6 Situs Pemprov Jatim

Rabu, 14 Maret 2018 | 21:32 WIB
Surabaya Black Hat Pernah Retas 6 Situs Pemprov Jatim
Polda Metro Jaya merilis hasil pengungkapan perkara ilegal akses terhadap sistem elektronik milik orang lain yang dilakukan oleh kelompok peretas (Hacker) SBH di Jakarta, Selasa (13/3).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aparat Subdit Cyber Crime Ditrekrimsus Polda Metro Jaya mendapatkan temuan baru dari hasil pemeriksaan tiga tersangka kasus peretasan dari kelompok Surabaya Black Hat (SBH).

Kepada polisi, kelompok hacker ini mengaku pernah membobol enam situs pemerintah di Jawa Timur pada 2017 lalu.

'Ada perkembangan terbaru bahwa mereka tahun 2017 itu yg mendeclear bertanggung jawab atas peretasan enam situs pemerintahan di Jawa Timur," kata Kepala Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Roberto Pasaribu saat dikonfirmasi, Rabu (14/3/2018).

Namun, Roberto tak merinci nama-nama situs yang sudah diretas para tersangka. Dia hanya menjelaskan peretasan itu dilakukan di situs milik beberapa kabupaten di Jatim.

"Website, ada pemerintah kabupaten apa gitu," katanya.

Tiga anggota SBH berinisial KPS, ATP, dan NA dan KPS ditangkap lantaran telah meretas ribuan situs di 44 negara.

Kasus ini terungkap berawal dari laporan FBI jika ada sekelompok pemuda yang telah meretas sistem elektonik di pemerintahan Amerika Serikat.

Atas laporan itu, polisi kemudian meringkus tiga pemuda yang masih berusia 21 tahun itu di beberapa lokasi berbeda di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (11/3/2018). Mereka masih berstatus sebagai mahasiswa di beberapa kampus di Jatim.

Polisi juga kini sedang memburu tiga anggota komplotan SBH yang masih buron.

Ketiga tersangka yang ditangkap dikenakan Pasal 29 ayat 2 Juncto Pasal 45 B, Pasal 30 Juncto Pasal 46, Pasal 32 Juncto Pasal 48 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektonik. Para pemuda ini terancam hukuman pidana 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp2 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI