Suara.com - Nyaris tidak ada yang menjadi misteri bagi Stephen Hawking, saintis paling terkenal sedunia abad ke-21—bahkan Tuhan sekali pun.
Satu-satunya hal yang masih menjadi misteri bagi Hawking hingga ia wafat pada Rabu (14/3/2018) dini hari tadi di rumahnya, Cambridge, Inggris adalah: perempuan.
"Apa yang menurutmu menjadi hal paling menarik pada hari ini?" tanya jurnalis New Scientist Magazine kepada Hawking, enam tahun silam.
"Perempuan. Mereka adalah sepenuh-penuhnya misteri," jawab Hawking, yang mengejutkan banyak orang.
Baca Juga: Kapolri Yakin Sejuta Pasukan Pilkada 2018 Bisa Tangkal Isu Agama
Artikel yang memuat petikan wawancara tersebut, kali pertama diterbitkan menjelang simposium untuk merayakan ulang tahun ke-70 Hawking, di Cambridge University, Minggu, 8 Januari 2012.
Melalui pernyataannya tersebut, Hawking ingin menekankan selain manusia, tak ada lagi yang bisa disebut sebagai "misteri" di dunia.
Asal-usul alam semesta beserta beragam fenomenanya yang dinilai sebagai misteri tak terpecahkan kecuali mengandaikan adanya kekuatan gaib, dijawab Hawking melalui 7 buku populer dan berbagai artikel lainnya.
Bahkan, kepercayaan religius seperti Tuhan maupun adanya "surga dan negara" sesudah kematian manusia, tak dipercayai oleh Hawking.
"Aku menganggap otak manusia itu layaknya komputer, yang akan berhenti berpikir saat komponen-komponennya rusak, tak lagi bisa beroperasi. Tak ada surga setelah komputer-komputer itu rusak, mati; Surga hanyalah dongeng bagi orang-orang yang takut kegelapan," tuturnya ketika diwawancarai The Guardian, 17 Mei 2011.
Baca Juga: Fadli Zon Nilai Permintaan Wiranto ke KPK Tak Berdasar
Sementara mengenai keberadaan Tuhan, ketika menarasikan episode pertama serial televisi "Curiosity" di Discovery Channel, 2011, Hawking menuturkan hal yang membuat kaum agamawan marah.
"Masing-masing dari kita bebas percaya apa pun. Aku menilai, penjelasan paling sederhananya adalah, Tuhan itu tidak ada. Tidak ada sosok yang menciptakan semesta dan menentukan nasib manusia," tuturnya.
Kebudayaan Pop dan Politik
Karya Hawking tak terhenti hanya pada dunia sains. Ia juga menjelajah hingga ke arena kebudayaan dan politik.
Hawking, ketika masih menjadi mahasiswa, aktif terlibat dalam demonstrasi-demonstrasi hak sipil dan anti-perang.
Pada Maret 1968, Hawking ikut demonstrasi bersama Tariq Ali dan Vanessa Redgrave untuk memprotes Perang Vietnam. Tariq Ali kekinian dikenal sebagai sastrawan Inggris. Sementara Vanessa sejak lama dikenal sebagai artis.
Hawking, seperti diberitakan USA Today, 3 November 2004, mengutuk perang invasi Amerika Serikat ke Irak.
"Invasi ke Irak adalah aksi kejahatan perang AS," tegasnya kala itu, seperti dikutip dari artikel USA Today berjudul "Scientist Stephen Hawking Decries Iraq War".
Sementara pada tahun 2013, Hawking mulai mengampanyekan agar kaum intelektual memboikot Israel.
Hawking menyerukan agar para saintis dan intelektual harus memboikot Israel karena pemerintah Zionis menjajah tanah Palestina.
Termutakhir, seperti dilansir vnexpress, Hawking mengkritik Presiden AS Doland Trump sebagai "demagog rendahan".
Sembari terus menekuni kosmologi serta fisika maupun terlibat dalam kritik politik, Hawking juga menaruh perhatian pada kebudayaan popular.
Menurutnya, kebudayaan popular yang telah dikooptasi sistem kapitalisme sehingga hanya mengutamakan keuntungan, justru semakin menjauhkan anak-anak dan kaum muda dari kebenaran sejati.
Karenanya, tahun 2007, bersama putrinya bernama Lucy, Hawking menerbitkan buku khusus anak-anak berjudul "George's Secret Key to the Universe".
Dalam buku itu, Hawking dan putrinya menjelaskan banyak hal mengenai ihwal alam semesta dan fisika secara popular sehingga bisa dipahami anak-anak.
Ia juga sempat menjadi cameo dalam film "Star Trek: The Next Generation" dan film "The Simpsons". Suaranya juga digunakan dalam lagu band Pink Floyd.
Lantas, apa yang membuat Hawking terus bersemangat berkarya di banyak bidang meski memunyai keterbatasan fisik, dan pada era 1960-an sempat divonis tak bakal lama hidup?
Hawking, dalam film dokumenter mengenai dirinya tahun 2013 berjudul “Hawking”, mengungkapkan alasannya mampu mengerjakan banyak dalam di tengah keterbatasnnya.
“Karena setiap hari bisa saja menjadi hari terakhir bagiku. Aku memunyai hasrat untuk melakukan banyak hal yang terbaik di setiap menit nafasku.”