Suara.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mencatat Polri sedang aktif menangani isu adanya kasus penyerangan terhadap ulama. Dari 47 kasus yang dilaporkan, 5 di antaranya diduga memiliki unsur pidana.
Sementara setelain jumlah itu, diduga hanya rekayasa. Rekayasa diketahui setelah dilakukan rekonstruksi.
"Kemudian ada sejumlah kasus itu tak terjadi pidananya. Tapi rekayasa yang bersangkutan, itu menyatakan, melapor ke polisi, dianiaya, dibacok disobek. Tetapi setelah dilakukan rekonstruksi, ditemukan kejanggalan dan kemudian mengakui tidak terjadi kejadian itu," kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, di DPR, Jakarta, Rabu (14/3/2018).
Rata-rata, mereka yang mengaku mengalami penganiayaan, sedangkan sebenarnya tidak terjadi hal itu. Mereka berbohong karena dilandasi faktor ekonomi.
Baca Juga: Berantas Narkoba, Kapolri Dapat 3 Bintang dari Panglima TNI
"Motifnya rata-rata minta perhatian karena masalah ekonomi," ujar Tito.
Selain itu, ada pula kejadian yang sengaja dibesar-besarkan di media sosial. Bahkan, kejadian yang tidak sebenarnya tidak pernah terjadi, di media sosial dikabarkan terjadi.
"Korbannya bukan ulama, tetapi di Medsos diangkat seolah-olah itu adalah ulama. Dan hampir ada 32 kasus, sebagian besar itu kasusnya tidak terjadi sama sekali, tapi dibuat berita di medsos seolah-olah terjadi peristiwa," tutur Tito.
Berdasarkan sejumlah kasus yang sudah dilakukan penyelidikan, Polri berkesimpulan belum menemukan adanya penyerangan terhadap ulama dan rumah ibadah.
Namun, belum menemukan adanya penyerangan itu bukan berarti tidak pernah terjadi. Sebab semua laporan yang masuk terus didalami.
Baca Juga: Catut Nama Kapolri Tito Karnavian, Duo Penipu Diringkus
"Contoh; misalnya dalam kasus yang terjadi, 5 kasus itu, sebagian besar itu tersangkanya itu begitu diperiksa mengalami gangguan kejiwaan. Jai kita melihat semua ini ada sesuatu kejanggalan. Itu terus kita dalami," tutur Tito.
Lebih lanjut, Tito mengatakan Polri belum bisa mengambil kesimpulan apakah rentetan kejadin tersebut memiki keterkaitan satu sama lain.
"Tapi yang kami melihat sistematis adalah koneksi di udara, di medsos yang menghubungkan dan menambah kasus-kasus tersebut sehingga terlihat sistematis," kata Tito.
Tito mengatakan Bareskrim Polri terus mencari pihak yang dengan sengaja mengangkat isu yang tak pernah terjadi tersebut di media sosial.
Kata Tito, Polri memiliki kemampuan investigasi yang bisa melacak asal mula penyebar informasi-informasi tersebut.
"Siapa yang menyebarkan, siapa yang menyambungkan. Sehingga kita bisa melihat ada hubungan di udara. Sehingga isu penyerangan ulama ini menjadi isu, opini di publik bahwa penyerangan ulama terjadi secara sistematis dengan sangat masif. Padahal sebetulnya belum kita temukan seperti itu," kata Tito.