Suara.com - Isak tangis keluarga almarhum Hari Darmawan pendiri waralaba Matahari pecah di krematorium Mumbul, Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (14/3/2018). Sekitar pukul 11.00 Wita rombongan keluarga almarhum tiba di krematorium di Taman Mumbul, Nusa Dua Badung.
Dikabarkan sebelumnya jenazah almarhum disemayamkan di Rumah Duka Kertha Semadi di Jalan Cargo, Denpasar.
Kemudian pihak keluarga langsung mengadakan kebaktian krematorium, lalu ada nyanyi pembukaan dilanjutkan pembacaan firman ayat tuhan yang dipimpin pendeta Ardian A Santosa, lalu ada tabur bunga. Kemudian pihak kekuarga foto bersama dan doa bersama.
Selanjutnya, peti jenazah dimasukkan kedalam krematorium, saat itulah tangisan sanak saudara pecah. Tangisan keluarga almarhum di Taman Mumbul semakin histeris dibandingkan dengan di Rumah Duka Kertha Semadi. Tidak hanya keluarga inti yang menangis namun juga karyawan matahari.
"Kita besyurkur semua prosesi sudah berjalan dengan lancar. Tadi pagi dimulai dari doa pelepasan hingga jenazah dimasukkan kedalam krematorium,"ujar erabat almarhum, Martinus Parera.
Dia menjelaskan, bahwa proses kremasi memakan waktu sekitar 2 hingga 3 jam. " Keluarga menunggu disini sampai prosesi kremasi selesai,"katanya.
Dikabarkan sebelumnya almarhum ditemukan meninggal pada Sabtu (10/3/2018) sekitar pukul 06.30 WITA di Sungai Ciliwung. Almarhum dikenal sebagai sosok bos yang baik dengan para karyawannnya.
Hari merupakan konglomerat terkenal pada dekade 1980-an hingga 1990-an. Jaringan toko Matahari miliknya terkenal sebagai toko jaringan ritel terbesar di Indonesia pada masa itu.
Darmawan pernah terpilih sebagai Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Semasa krisis moneter tahun 1997, bisnis Darmawan terkena dampaknya dan menanggung kerugian besar. Akhirnya, bisnisnya dibeli oleh Lippo Group.
Darmawan sendiri kemudian mendirikan perusahaan baru bernama "Pasar Swalayan Hari-Hari". Selain di bidang bisnis ritel, Hari Darmawan juga telah merambah ke bidang pariwisata dengan membangun Taman Wisata Matahari yang berlokasi di Cisarua, Bogor. (Luh Wayanti)