Lelaki Muslim Ini Buka Kursus Bahasa Israel Pertama di Indonesia

Reza Gunadha Suara.Com
Selasa, 13 Maret 2018 | 12:51 WIB
Lelaki Muslim Ini Buka Kursus Bahasa Israel Pertama di Indonesia
Sapri Sale (berjanggut tengah) bersama siswa kelas bahasa Ibrani di Jakarta. [Times of Israel]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sapri Sale, warga Indonesia, tengah menjadi perbincangan dunia internasional setelah dirinya membuka kursus bahasa Ibrani untuk umum di Jakarta.

Bahasa Ibrani adalah bahasa Semitik dari cabang rumpun bahasa Afro-Asia yang merupakan bahasa resmi Israel, dan dituturkan sebagian orang Yahudi di seluruh dunia.

Melalui wawancara via surat elektronik kepada Times of Israel, lelaki Muslim itu disebut sebagai orang pertama yang membuka kursus bahasa Ibrani di Indonesia.

"Sapri adalah orang yang terbilang pemberani. Sebab, bahasa Ibrani di Indonesia masih dianggap sebagai 'bahasa musuh'" begitu tulis Times of Israel sebagai pembuka artikelnya, Senin (12/3/2018).

Baca Juga: Paranormal Ini Benarkan Syahrini 'Simpanan' Mr H

Sapri sebenarnya telah lama berkiprah sebagai ahli bahasa Ibrani di Indonesia. Tahun 2017, ia kali pertama menerbitkan buku kamus Ibrani-Indonesia.

Ia mengatakan, peserta kurusnya mayoritas adalah umat Kristen. Tapi, ia berharap banyak pula umat Muslim yang mengikuti kursus tersebut.

"Aktivitasku sebenarnya tak hanya mengajarkan bahasa Ibrani kepada peserta. Tapi juga meminimalisasi stigma tentang Israel dan Ibrani di Indonesia," tuturnya.

Menurutnya, banyak warga Indonesia yang tak tahu masalah mengenai konflik di Timur Tengah. Karenanya, sentimen mereka hanya berpusar pada pandangan anti-Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina.

Baca Juga: Luhut: Soal Tim Pencari Cawapres Jokowi Urusan Mensesneg

Sapri menuturkan, aktivitasnya mengajarkan bahasa Ibrani kepada khalayak tersebut tak disukai banyak orang. Namun, ia mengklaim mendapat dukungan dari tokoh-tokoh senior keagamaan.

"Target utamaku adalah menjembatani komunikasi antardua negara, Indonesia dan Israel, guna mempromosikan dialog dan pemahaman baik kedua belah pihak," tuturnya.

Siswa Lintas Agama

Sejak Februari 2018, lelaki berusia 52 tahun itu membuka dua kelas bahasa Ibrani di Pusat Hubungan Antaragama dan Perdamaian Indonesia di Jakarta Pusat.

Sebanyak 20 siswa belajar di sana setiap Minggu dan Rabu. Satu sesi pertemuan berlangsung selama satu setengah jam, dengan harapan bisa menguasai dasar-dasar bahasa Ibrani dalam waktu dua bulan.

"Siswaku dari banyak kalangan agama, Islam, Kristen, dan lainnya. Tapi mayoritas adalah Kristen. Prediksiku, ke depan, bakal banyak umat Muslim yang bergabung di kelas," terangnya.

Prediksinya itu didasarkan pada fakta bahwa bahasa Ibrani dan Arab masih dalam rumpun yang sama. Dengan begitu, umat Muslim relatif lebih mudah mengetahui arti-arti diksi Ibrani.

Ia menjelaskan, murid-muridnya banyak yang mengakui tertarik mempelajari bahasa Ibrani karena dianggap sebagai tantangan. Sebab, mengakses bahasa itu di Indonesia sangat sulit.

Sementara muridnya yang berlatar agama Kristen, tertarik mempelajari Ibrani agar bisa membaca Alkitab dari bahasa aslinya.

Belajar di Kairo

Sabri mengungkapkan, ia lahir di Kota Palu, Sulawesi Tengah, dan dibesarkan di Malang, Jawa Timur, untuk belajar tradisi Islam di sebuah sekolah Islam konservatif.

Namun, pada awal era 1990-an, ia kali pertama mulai tertarik mempelajari Ibrani dan kebudayaan Israel.

Ketika itu, Sabri masih berstatus mahasiswa Sastra Arab di universitas prestisius Mesir, yakni Al Azhar University.

Setelah lulus Al Azhar, Sabri bekerja sebagai pegawai di Jet Asia Airways, tapi gairahnya untuk menekuni Ibrani dan Israel tetap ada.

Apalagi, stigma negatif tentang Israel negara Yahudi di dunia Arab tidak masuk akal baginya, dan dia menjadi penasaran untuk mengetahui lebih lanjut.

Usahanya dimulai dengan kursus bahasa Ibrani di Pusat Akademi Israel di Kairo—lembaga di bawah naungan Academy of Science and Humanities—yang merupakan hasil kerja sama dua negara setelah perjanjian damai Mesir-Israel tahun 1979.

Pada tahun 2006, dia mulai mengerjakan kamus Ibrani-Indonesia pertama, yang diterbitkan satu dekade kemudian dan memiliki lebih dari 35.000 entri kata.

Kamus tersebut disambut hangat oleh sejumlah gereja, seminari, pelahar, dan empat universitas Islam di Indonesia.

“Beberapa ratus eksemplar telah didistribusikan ke komunitas Muslim dan Kristen di Indonesia,” tuturnya.

Salah satu imam paling senior di negara itu juga mendukung kamus tersebut, dan bahkan berpose untuk foto sambil memegang buku tersebut. Sapri, kata Times of Israel, meminta nama imam tersebut untuk tidak diungkapkan.

Selain kamus, Sapri sedang mengerjakan buku lain yang ditujukan untuk mempromosikan bahasa Ibrani. Salah satunya adalah, panduan percakapan dasar 150 halaman untuk pengunjung Indonesia ke Israel.

Buku-buku lain yang disiapkannya adalah tentang tata bahasa Ibrani.

"Saya yakin usaha ini akan membuka jalan bagi realisasi dialog antara dua negara," katanya.

Dituduh Mata-Mata Mosad

Di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, bahasa Ibrani masih sangat dibenci, terutama oleh mereka yang menolak pendekatan apa pun dengan Israel.

Israel dan Indonesia tidak pernah memiliki hubungan diplomatik formal. Pejabat Israel telah menyerukan pembentukan hubungan formal, namun telah ditolak oleh pemerintah Indonesia.

Situasi itu, diakui Sapri, menjadi tantangan tersendiri bagi Sapri. Apalagi, di Indonesia kekinian, tengah bangkit kekuatan politik kanan yang “memainkan” sentimen anti-Yahudi.

"Kelompok Islam garis keras menuduhku menjadi antek Israel atau mata-mata Mosad (dinas intelijen Israel),” tukasnya.

"Saya mengajar bahasa Ibrani untuk membuat orang belajar tentang budaya dan teknologi Israel. Sama seperti kita belajar bahasa Jepang atau bahasa dan negara lain, yakni untuk mempelajari budaya dan teknologi mereka."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI