Suara.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengajukan lima syarat calon wakil presiden pendamping Joko Widodo (Jokowi) pada Pemilihan Presiden 2019.
"Soal cawapres, pandangan PPP didasarkan pada analisis kebutuhan Pak Jokowi," kata Ketua Umum PPP M Romahurmuziy atau Rommy dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Menurut Rommy, seperti dikutip dari Antara, Jokowi butuh figur yang mampu mengawal narasi besar NKRI dengan pondasi nasionalisme dan agama. Menurut dia, hubungan agama dan kekuasaan harus berjalan seiring dan seimbang.
"Sejak Bung Karno-Bung Hatta, kepemimpinan nasional selalu merefleksikan dua narasi besar ini. Di era reformasi ada Gus Dur-Mega, Mega-Hamzah, SBY-JK, dan Jokowi-JK. Itu menunjukkan bahwa dwi tunggal narasi ini tak terpisahkan," katanya.
Baca Juga: Hasil Lengkap Pertandingan Liga Spanyol di Jornada 28
Syarat kedua, kata Rommy, Jokowi butuh figur agamis yang mampu mengurangi ujaran kebencian bernuansa SARA karena lawan-lawan politiknya masih selalu melabeli Jokowi dengan merek "anti-Islam, prokomunis, dan pro-RRC".
"Figur seagamis apa pun memang tidak akan serta-merta menghilangkan ujaran kebencian, tapi setidaknya akan mengurangi. Syaratnya figur pendamping tersebut memang memiliki nuansa agamis yang asli dan kuat. Jangan figur nonagamis yang diagamiskan," katanya.
Jokowi juga dinilai perlu figur yang memahami kaum milenial. Mengingat 39 persen pemilih pada 2019 berusia di bawah 40 tahun maka cawapres dari kalangan muda menjadi sangat diperlukan.
"Karena mereka memiliki selera, 'gimmick', dan gaya komunikasi yang berbeda dengan generasi 'baby boomers'," kata Rommy .
Berikutnya, katanya, Jokowi perlu figur yang memiliki pengalaman dan kompetensi intelektual menghadapi disrupsi ekonomi, transformasi digital dan persaingan di era Revolusi Industri 4.0.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Diserang soal Penyarungan Pohon, Apa Katanya?
"Figur populis belaka, nirkapasitas, akan menjadi persoalan jika nantinya terpilih. Pengalaman intelektual mengelola jabatan publik baik di eksekutif atau legislatif menjadi perlu," katanya.