Suara.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan mantan narapidana terorisme yang nantinya akan dibina akan mendapatkan perekaman KTP elektronik.
Hal ini dikatakan Tjahjo usai menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme di Hotel Aryaduta, Tugu Tani, Jakarta, Senin (12/3/2018).
"Apapun mereka jika sudah dibina sudah ada sinyal sudah ada clearen, sebagai warga negara saya kira mereka berhak mendapat data, karena e-KTP kan bagian nyawa warga negara kita," ujar Tjahjo.
Tjahjo menuturkan perekaman KTP elektronik bagi mantan narapidana terorisme merupakan hak setiap warga negara agar dapat mengurus fasilitas kesehatan, seperti BPJS, kartu pintar dan kartu sehat.
Kata Tjahjo, dengan mengantongi data-data mantan narapidana terorisme, pihaknya dapat memantau pergerakan para mantan narapidana terorisme
"Dengan dia punya e-KTP, dia kan punya BPJS, bisa punya kartu sehat, kartu pintar dan sebagainya. Saya kira akan kita update. Tapi datanya ada di kami. Sehingga tingkat RT RW, Kapolsek Koramil ikut memantau dengan baik," kata Tjahjo.
Sementara itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius mengakui masih ada kesulitan mantan narapidana terorisme yang mendapatkan perekaman KTP elektronik. Suhardi menuturkan, kesulitan para mantan narapidana terorisme lantaran pihaknya tidak memberikan data kepada Kemendagri.
"Saya luruskan sedikit yah, tadi yang kesulitan mendapat e-KTP itu mungkin kesalahan dari kami juga karena tidak menshare, sehingga pemerintah daerah nggak tahu siapa dia mungkin kehati-hatian pemerintah daerah," kata Suhardi.
Karenanya dengan adanya kerjasama BNPT dengan Kemendagri, BNPT dapat memantau pergerakan mantan narapidana terorisme.
BNPT kata Suhardi akan menyerahkan 600 mantan narapidana terorisme yang terdata tersebut tersebar di 34 provinsi.
Hal itu untuk mencegah eks teroris kembali menjadi radikal dan bergabung kelompok lama.
"Makanya data sekarang kami share dan itu sampaikan, mudah-mudahan bisa kami monitoring," tandasnya.