Suara.com - Militer Myanmar dituding membangun instalasi besar kemiliteran di Negara Bagian Rakhine, persisnya di desa-desa yang dulu ditempati komunitas Rohingya.
Sementara 700 ribu warga komunitas Rohingya Myanmar kekinian masih tersebar di kamp-kamp pengungsian Bangladesh maupun belantara hutan negara tersebut.
Ratusan ribu warga Rohingya mulai mengungsi menyelamatkan diri sejak 25 Agustus 2017. Kala itu, militer Myanmar menerapkan operasi militer untuk merespons insureksi pemberontak bersenjata Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Dalam operasi itu, 350 desa Rohingya di bakar.
Sementara pembangunan instalasi militer tersebut, seperti dilansir The Guardian, terungkap dari data satelit yang dipublikasikan organisasi nirlaba pemantau HAM, Amnesty International, Senin (12/3/2018).
Baca Juga: Dukung Gerakan Non Tunai, BRI Genjot Kolaborasi dengan Merchant
“Melalui citra satelit, tampak pergerakan pembangunan perumahan dan jalan-jalan baru di Rakhine. Di daerah itu, sedikitnya juga tampak tiga instalasi baru militer. Ini adalah aksi perampasan tanah oleh militer dalam skala besar,” Direktur Amnesty International Tirana Hassan.
Ia mengatakan, instalasi baru tersebut diperuntukkan kalangan militer sebagai tangsi anggotanya yang sebelumnya melakukan aksi kriminal kemanusiaan melawan Rohingya.
Pembangunan instalasi baru tersebut tampak dari perbedaan citra satelit di daerah Rakhine, yang terus dipantau lembaga itu.
Tirana menjelaskan, setelah 700 ribu warga Rohingya diusir dan desa-desa mereka dibakar, sedikitnya ada 4 masjid yang tak hancur.
Tapi sejak Desember 2017, masih melalui pemantauan citra satelit, keempat masjid yang masih tegak berdiri itu mulai tampak dihancurkan.
Baca Juga: Peluncuran 3 Media Baru Warnai Ulang Tahun Suara.com
Sementara militer Myanmar, Kanselir Aung San Suu Kyi maupun juru bicara pemerintah belum memberikan komentar apa pun mengenai publikasi organisasi nirlaba yang berbasis di New York tersebut.