Tak Akui Korupsi, KPK Tuntut Gubernur Sultra Penjara 18 Tahun

Kamis, 08 Maret 2018 | 19:15 WIB
Tak Akui Korupsi, KPK Tuntut Gubernur Sultra Penjara 18 Tahun
Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam (tengah) mengenakan rompi tahanan KPK seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/7). [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, menuntut Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam dipenjara selama 18 tahun.

Selain itu, Nur Alam juga dibebani untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar. Dan jika tidak bisa membayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun.

Nur Alam juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar. Hal itu disampaikan oleh Jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan terhadap Nur Alam di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (8/3/2018).

"Memperhitungkan sebidang tanah dan bangunan yang terletak di kompleks primer Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur yang disita penyidik, apabila terdakwa tidak mampu bayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta yang cukup, maka dipidana penjara selama satu tahun," kata jaksa.

Baca Juga: Pengacara Ojol Bawa Bukti Video Kliennya Tak Rusak Mobil

Dalam tuntutannya, selain dipidana penjara dan membayar ganti rugi, Jaksa KPK juga mencabut hak politik politikus Partai Amanat Nasional tersebut. Tak tanggung-tanggung, hak politik Nur Alam dicabut selama lima tahun pascadirinya bebas dari penjara.

"Mencabut hak politik terdakwa selama lima tahun setelah selesai jalani hukuman," katanya.

Jaksa menilai Nur Alam terbukti secara sah  bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

Selain terbukti bersalah,  hal yang memberatkan tuntutan terhadap Nur Alam adalah karena tidak pernah mengakui perbuatannya dan menyesalinya dalam persidangan.

"Terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan menyesali perbuatannya," kata Jaksa.

Baca Juga: Bak Samson, Satpam Ini Panggul Motor yang Sembarangan Parkir

Sementara hal lain yang memberatkannya adalah, perbuatan Nur Alam tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang melakukan upaya pemberantasan korupsi.

Tak hanya itu, perbuatan Nur Alam juga mengakibatkan kerusakan lingkungan di Kabupaten Bombana dan Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.

"Terdakwa sebagai Gubernur Sultra, seharusnya memberikan contoh kepada masyarakatnya dengan tidak bersikap koruptif," jelasnya.

Adapun satu-satunya hal yang meringankan tuntutan Nur Alam adalah, karena dia bersikap sopan selama menjalani persidangan.

Sebelumnya, Nur Alam didakwa bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara, Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia, Widdi Aswindi menerima hadiah Rp2,7 miliar.

Penerimaan uang itu yakni terkait pemberian Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP ‎Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan terdakwa juga memperkaya PT Billy Indonesia sebesar Rp1,59 triliun.

Atas perbuatan terdakwa negara disebut menderita kerugian sebesar Rp 4,3 triliun atau setidak-tidaknya Rp1,59 triliun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI