Sidang Setnov, Auditor BPKP Akui Terima 'Uang Jalan'

Kamis, 08 Maret 2018 | 18:11 WIB
Sidang Setnov, Auditor BPKP Akui Terima 'Uang Jalan'
Ilustrasi. (suara.com/Dwi Bowo Raharjo)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, menjadi salah satu lembaga pendamping proyek pengadaan KTP elektronik tahun 2011-2012 yang bermasalah.

Salah satu auditor BPKP, Mahmud Toha Siregar, dalam persidangan terdakwa korupsi e-KTP Setya Novanto, mengakui pernah mendapat “uang transportasi” sebesar Rp1 juta dari ketua tim lelang e-KTP, Drajat Wisnu.

"Iya, dia (Wisnu) saat itu pernah kasih saya uang transportasi Rp1 juta," kata Toha saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus e-KTP oleh terdakwa Setnov di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (8/3/2018).

Namun, Toha mengatakam saat menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik KPK, uang tersebut sudah dikembalikannya.

Baca Juga: PDKT, Begini Sulitnya Chicco Jericho Antar Pulang Putri Marino

Sebab, uang itu diminta oleh penyidik KPK. Dia langsung mentransferkannya ke rekening yang diberikan oleh penyidik.

“Saat itu penyidik meminta dikembalikan, saya kembalikan," kata Toha.

Toha mengakui keberatan dengan pemberian uang tersebut. Sebab, hal itu bertolak belakang dengan hati nuraninya, lantaran uang tersebut dianggap tidak jelas asal dan tujuannya.

"Memang bertentangan dengan hati saya, saat itu (Wisnu) bilang uang transport," katanya.

Uang 'jalan' diberikan kepada masing-masing orang perwakilan lembaga yang ikut hadir. Saat itu, satu lembaga diwakili tiga orang, di antara belasan lembaga yang hadir.

Baca Juga: KPK: Dokter Bimanesh Pasang Jarum Suntik Anak-Anak ke Setnov

Sebagai informasi, BPKP menjadi salah satu dari belasan lembaga pemerintah yang mengawasi lelang proyek e-KTP.

BPKP termasuk lembaga yang menyetujui proyek untuk dilakukan secara paket (konsorsium), dibanding dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang saat itu dipimpin Agus Rahadjo yang tidak menyetujui dengan sistem paket.

LKPP sendiri menjadi satu-satunya lembaga yang menentang sistem paket, bertentangan dengan belasan lembaga lainnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI