Suara.com - Viralnya sebuah video yang berisikan sejumlah orang yang sedang melakukan ritual disertai bacaan salawat di media sosial. Salawat itu dinilai bertolak belakang dari tradisi Islam.
Dalam salawat itu diselipkan kata Nusantara, Indonesia sampai Pancasila. Semua itu menghebohkan publik.
Kini, kegiatan salawat seperti itu telah berhenti setelah polisi melarangnya. Kepolisian Polsek Lakarsantri audiensi dengan para ulama kampung sekitar beserta warga.
Suara.com datang ke komunitas Salawat Pancasila itu. Ada salah satu pengurus yang bisa ditemui.
Baca Juga: Masjid di Belanda Diteror Spanduk Anti Islam dan Boneka Mutilasi
Dia ikut terlibat dalam video berdurasi 5.47 menit itu. Andi Bocor, nama panggilan lelaki itu. Andi cerita, Salawat Pancasila yang dia lakukan bersama puluhan orang itu dari Paguyuban Sawunggaling adalah sebuah ritual.
"Itu ritual paguyuban. Ritual itu dilakukan di Aula Makam Sawunggaling yang terletak di kawasan Lidah Wetan 3, Lakarsantri, Surabaya," kata dia.
Ritual itu untuk ungkapkan rasa syukur kepada negeri.
"Tujuan kami berterima kasih untuk Indonesia, terhadap lima sila pancasila, dan secara luas nusantara dan berdoa atas rahmatNya," tutur Andi.
Sejak kapan ritual itu dilakukan?
Baca Juga: Aksi Anti Islam di Belanda Sepi Peminat dan Diadang Kaum Anarkis
Jelas Andi, ritual itu hanya sekali dilakukan saat menyambut tamu yang berasal dari Mojokerto.
"Ritual itu hanya dilakukan sekali saat ada tamu dari Mojokerto. Dan itupun permintaan sang tamu. Kita punya kegiatan rutin salawat, Namun tidak pernah sekalipun kita sisipkan kata-kata seperti Pancasila dan lainnya," tegasnya.
Salawat itu dilakukan pada 18 Januari 2018 pada pukul 20.00 hingga pukul 21.00.
Saat ritual dilakukan dengan cara mengelilingi beberapa benda pusaka, termasuk bendera merah putih. (Achmad Ali)