Suara.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menggelar sidang lanjutan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, Kamis (8/3/2018). Jaksa penuntut umum menghadirkan eks Deputi Bidang Administrasi Sekretariat Wakil Presiden Imam Bastari sebagai saksi.
Selain Imam, JPU KPK juga menghadirkan Auditor di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mahmud Toha Siregar, mantan Bagian Keuangan PT Sandipala Arthapura Fajri Agus Setiawan dan EP Yulianto serta Manager Keuangan PT Trisakti Mustika Graphika, Enny Asijanti.
Sebelumnya, KPK mendakwa Mantan Ketua DPR tersebut menerima uang senilai Rp7,3 juta dolar AS dari proyek e-KTP. Novanto juga didakwa menerima jam mewah seharga miliaran rupiah dari Pengusaha yang mengerjakan proyek e-KTP Johannes Marliem.
Novanto disebut ikut mengintervensi perencanaan dan pelaksanaan proyek e-KTP sehingga negara mengalami kerugian hingga Rp2,3 triliun dari total proyek Rp5,9 triliun.
Baca Juga: Skandal e-KTP, Setnov Bantah Berbisnis dengan Keponakan
KPK sudah menetapkan enam orang sebagai sebagai tersangka. Namun, dari peraidangan terhadap enam tersangka tersebut, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka baru.
Keduanya adalah Direktur PT Murakabi Sejahtera yang juga keponakan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan pihak Swasta Made Oka Masagung.
Irvanto dan Made Oka diduga bersama dengan Setnov, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman, Sugiharto dan Anang Sugiana Sudiardja menyalahgunakan jabatannya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Sejak awal Irvanto diduga mengikuti proses e-KTP dengan perusahaannya PT Murakabi Sejahtera dan ikut ke dalam tim Fatmawati yang disebut merekayasa tender proyek e-KTP.
Sedangkan Made Oka, kata Agus, merupakan pimpinan perusahaan yang diduga menjadi perusahaan penampung dana. MOM melalui perusahaannya diduga menerima 3,8 juta dolar AS yang diperuntukan pada Setnov.
Baca Juga: KPK Bantah Semua Protes Eks Pengacara Setnov Selama Ditahan