Mahasiswi Bercadar UIN Sunan Kalijaga: Aku Hanya Ingin Belajar...

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 08 Maret 2018 | 13:47 WIB
Mahasiswi Bercadar UIN Sunan Kalijaga: Aku Hanya Ingin Belajar...
Foto ilustrasi [Paulus Tandi Bone/JIBI]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mahasiswi bercadar di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, kekinian merasa tak nyaman. Setelah rektorat mengharuskan mereka mengikuti konseling agar sukarela melepas cadar.

Seorang mahasiswi bercadar yang tak mau disebut namanya ketika diwawancarai Harian Jogja—jaringan Suara.com, Rabu (7/3/2018), mengatakan 41 mahasiswi bercadar UIN Suka terbelah.

“Ada sebagian dari kami memilih tetap aktif di kampus, mengikuti perkuliahan, dan sebagainya. Tapi ada pula yang memilih menjauh dari kampus,” tuturnya.

Ia sendiri mengakui memilih untuk tetap berkuliah dan beraktivitas di kampus, meski tak lagi mendapat “pandangan” yang sama.

Baca Juga: PBSI Rombak Pasangan Ganda Putri, Siapa Saja?

Pada hari yang sama saat diwawancarai, ia mengakui datang ke kampus untuk mengikuti perkuliahan.

Namun, ada beberapa pihak yang ingin mengorek informasinya secara langsung. Hal itu membuat ia merasa risih.

“Aku tadi yang berangkat kuliah dengan cadar, malah dikejar-kejar mau ditanya-tanya atau apalah itu. Dia semacam wartawan atau peneliti, jadi berkeliaran kayak detektif. Mungkin [mahasiswa bercadar] yang lain malas juga,” ungkapnya.

Tetapi, ada beberapa temannya yang bercadar kemudian memutuskan untuk melepas cadarnya saat kuliah atau berada di sekitar Fakultas.

Mereka baru kembali memakai cadar saat perjalanan pulang dari perkuliahan.

Baca Juga: Cerita Penyelundup Narkoba, Diselipkan di Tas sampai Celana Dalam

Kenyataan seperti itu menurutnya menjadi paksaaan tersendiri, meski Rektor Profesor Yudian Wahyudi menyebut mahasiswi tersebut melepas cadar bukan karena paksaan setelah ada proses konseling.

Namun, mahasiswi yang belum genap setahun mengenakan cadar ini menegaskan, tetap memakai cadar saat kuliah. Teman-teman sekelasnya pun tidak memperdebatkan masalah itu.

“Aku nggak peduli [tetap memakai] selama dosen masih mengajarku. Aku tetap akan masuk [dengan bercadar] karena kewajiban saya belajar. Aku nyaman-nyaman saja,” ucap dia.

Menristekdikti Mohamad Nasir menyatakan, Kemenristekdikti hanya bertugas mengatur pendidikan tinggi terkait proses pembelajaran dan akademik.

Sementara urusan pakaian, busana, kepantasan semuanya adalah kewenangan rektor setiap perguruan tinggi.

Ia menegaskan, prinsipnya setiap perguruan tinggi tidak boleh melakukan diskriminasi kepada setiap warga Negara, baik suku, agama, maupun gendernya.

“Kalau saya, jangan memberikan batas kepada seseorang melakukan diskriminasi, ini tak boleh, diskriminasi tak boleh, kalau [kampus] itu di bawah Kemenristekdikti, tetapi kampus itu (UIN) kan di bawah Kementerian Agama,” terang Nasir saat di Jogja.

“Kalau melihat hanya masalah pakaian itu termasuk diskriminatif, saya lihat dulu,” imbuhnya lagi.

Diskriminasi

Komisi Nasional Perempuan menilai, kebijakan Rektorat UIN Suka  yang meminta 41 mahasiswinya melepas cadar adalah bentuk diskriminasi.

Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan, tengah intensif berkomunikasi dengan UIN Suka untuk membahas peraturan cara berbusana perempuan yang diskriminatif tersebut.

“Kami berkomunikasi dengan pihak UIN Suka, kebijakan pelarangan itu kata mereka belum ada. Jadi, belum dikeluarkan kebijakan untuk melarang penggunaan cadar,” jelas Azriana di kantor Komnas Perempuan, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Rabu (7/3/2018).

Secara umum, kata dia, banyak pihak masih mempersoalkan tata cara berbusana bagi kaum perempuan. Tak jarang, persoalan itu berujung pada kebijakan diskriminatif.

Ia mengungkapkan, sedikitnya terdapat 421 kebijakan diskriminatif yang ditemukan Komnas Perempuan.

“Sebagian dari 421 kebijakan diskriminatif itu mengatur perempuan harus berbusana tertentu. Apakah itu mewajibkan busana tertentu atau melarang,  buat kami itu sama-sama kontrol atas tubuh,  dan itu kami masukkan sebagai pelecehan seksual,” ujarnya.

Ia menegaskan, Komnas Perempuan sangat mengapresiasi upaya UIN Suka menangkal radikalisme berbasis agama, dan berharap hal itu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.

“Tapi, orang bercadar itu kan belum tentu teroris. Jadi, mudah-mudahan, para pengambil kebijakan bisa jeli melihat,” harapnya.

Azriana menjelaskan, tata cara berbusana tak memunyai korelasi langsung dengan terorisme.

“Kan harus dipastikan dulu kalau ada keterhubungan antara pakaian dengan aktivitas politik,” pungkasnya.

Berita ini kali pertama diterbitkan Harianjogja.com dengan judul "Usai Pembinaan dari Rektor, Begini Sikap Para Mahasiswi Bercadar di UIN Sunan Kalijaga"

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI