MK Sidang Uji Materi UU MD3 yang Kontroversial Hari Ini

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 08 Maret 2018 | 13:19 WIB
MK Sidang Uji Materi UU MD3 yang Kontroversial Hari Ini
Partai Solidaritas Indonesia melalui Jaringan Advokasi Rakyat Solidaritas (Jangkar Solidaritas) mengajukan uji materi revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi. (suara.com/Ummi Hadyah Saleh)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan untuk tiga perkara pengujian Undang-Undang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (UU MD3) yang dianggap kontroversial, Kamis (8/3/2018).

Uji materi itu diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), dan dua perserorangan warga negara Indonesia.

"MK akan menggelar sidang perdana untuk tiga perkara pengujian UU MD3," kata juru bicara MK Fajar Laksono melalui pesan singkat kepada Antara, Kamis.

Ketiga perkara tersebut menggugat ketentuan dalam Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3.

Baca Juga: Jokowi Bentuk Tim Penjaringan Cawapres untuk Pilpres 2019

Dalam berkas perkara yang diterima MK, para pemohon menyebutkan bahwa pasal-pasal dalam UU MD3 tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum, perlakuan tidak adil di hadapan hukum bagi masyarakat, bahkan pelanggaran hak asasi manusia.

Dalam Pasal 73 ayat (3), ayat (4) huruf a dan c, dan ayat (5) menyatakan bahwa DPR berhak melakukan pemanggilan paksa melalui pihak kepolisian, bila ada pejabat, badan hukum, atau warga negara yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut oleh DPR.

Sementara Pasal 73 ayat (5) menyebutkan, dalam menjalankan panggilan paksa tersebut, Polri diperbolehkan menyandera setiap orang paling lama 30 hari.

Pemohon menilai Pasal 122 huruf k telah bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia, karena dalam pasal tersebut memuat ketentuan bahwa DPR akan melakukan langkah hukum bagi siapapun yang merendahkan martabat dan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Hal ini kemudian dinilai para pemohon merupakan upaya pembungkaman suara rakyat dalam memberikan kritik kepada penguasa legislatif, yang kemudian bertentangkan dengan prinsip hak asasi manusia dan demokrasi.

Baca Juga: Mogok Kerja, Perempuan Spanyol: Tanpa Kami Dunia Akan Berhenti!

Sedangkan Pasal 245 ayat (1) memuat bahwa setiap anggota DPR memiliki hak imunitas secara luas, sehingga hal ini mengancam kepastian hukum yang adil, juga mengancam adanya diskriminasi di hadapan hukum.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI