Suara.com - Pada berapa pekan belakangan ini, muncul pelbagai tindakan penyimpangan akibat rokok, seperti penumpang Citylink yang akhirnya diturunkan karena merokok di area yang dilarang dan rawan kecelakaan. Seiring dengan peristiwa itu, dalam pekan ini, Polda Metro Jaya mengumumkan akan adanya larangan merokok saat berkendaraan dengan denda bagi yang melanggar sebesar 750.000.
Terhadap kebijakan Polda Metro Jaya ini muncul polemik. Ada yang setuju dan ada yang tidak menyetujuinya.
"Terhadap polemik ini, kami Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) memberikan dukungan sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk larangan merokok saat mengemudikan kendaraan bermotor," kata Azas Tigor Nainggolan, Analis Kebijakan Transportasi dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) di Jakarta.
Pertama, FAKTA melihat rokok adalah produk tidak ramah bagi kesehatan, mengandung 4000 racun berbahaya dan mematikan. Kedua, perilaku mengemudikan kendaraan bermotor sambil merokok adalah membahayakan diri juga pengguna jalan lainnya.
Selain itu mengemudikan kendaraan sambil merokok itu menggangu konsentrasi si pengemudi saat harus fokus pada kendaraan yang dikemudikannya. Merokok saat mengemudi juga menyebarkan penyakit dari racun asap rokok kepada orang yang berada bersamanya dalam satu kendaraan. Begitu pula merokok sambil mengemudi mengganggu pengguna jalan lainnya karena sering kali asap atau abunya dan bekas rokoknya dibuang sembarang dan mengenai wajah atau badan pengguna jalan yang ada di sekitarnya.
"Kebijakan polisi untuk melarang merokok sambil mengemudikan kendaraan sudah tepat dan benar untuk melindungi kepentingan keamanan dan keselamatan si pengemudi serta pengguna jalan lainnya," ujarnya.
Larangan ini sudah sesuai UU no: 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 106 ayat (1) UU no: 22 ini menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. Penjelasan Pasal 106 ayat (1) mengatakan yang dimaksud dengan "penuh konsentrasi" adalah setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di Kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan.
Berdasarkan penjelasan pasal 106 ayat 1 pelarangan dan penindakan terhadap para pengemudi kendaraan bermotor yang merokok sudah tepat karena merokok mengganggu konsentrasi si pengemudinya dan membahayakan keselamatan di jalan raya.
Untuk itu FAKTA mendukung agar dalam setiap kegiatannya pihak kepolisian tidak boleh meminta dan menerima sponsor dari perusahaan atau industri rokok. Jika pihak kepolisian menerima bantuan sponsor dari industri rokok justru menjadi sebuah ironi, ketika kepolisian melihat produk ini mengganggu konsentrasi dan menjadi salah satu penyebab kecelakaaan lalu lintas tapi tetap membiarkan bahkan menjadikannya sebagai sponsor kegiatan kepolisian.
"Kami mengharapkan agar kepolisian harus menjadi aktor utama aksi melarang rokok dengan cara menolak rokok berada di kantor kepolisian atau di tempat di mana polisi bekerja. Sebab jika tidak maka larangan merokok saat berkendaraan ini hanya menyelesaikan persoalan secara parsial tidak sebagai satu kesatuan yang sifatnya menolak bahaya rokok secara menyeluruh," tutupnya.