Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta mengkritik kebijakan Rektorat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, yang mendata dan mengancam 41 mahasiswinya kalau tak mau melepaskan cadar penutup wajah.
Koordinator Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Yogi Zul Fadhli menegaskan, kebijakan itu diskriminatif dan berpotensi melanggar kebebasan berkeyakinan serta beragama.
“Kami menilai Rektorat UIN Sunan Kalijaga gegabah membuat kebijakan, tidak mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan cenderung diskriminatif. Alasan menerapkan kebijakan itu juga asumtif serta tak berdasar,” kata Yogi melalui keterangan tertulis kepada Suara.com, Rabu (7/3/2018) siang.
Misal, kata dia, Rektor UIN Sunan Kalijaga Profesor Yudian Wahyudi menilai pemakaian cadar berpotensi dipakai secara manipulatif oleh mahasiswi saat ujian.
Baca Juga: Banyak Petani Sudah Tua, Produktivitas Pertanian Terus Menurun
Pasalnya, rektorat mengklaim tak ada yang bisa menjamin mahasiswi bercadar saat ujian adalah orang yang sama alias bukan joki.
Selain itu, rektorat juga mengklaim pembatasan cadar berguna untuk menyelematkan generasi muda. Sebab, mahasiswi bercadar cenderung eksklusif dalam pergaulan, yakni tak mau berbaur.
Hal lain yang menjadi alasan pelarangan cadar itu adalah, rektorat ingin menghapus stigma UIN sebagai tempat berkembangnya paham atau kelompok tertentu yang sudah dibubarkan pemerintah
“Semua alasan timbulnya larangan cadar itu terkesan sebagai praduga tak berdasar. Semestinya hal ini tidak diucapkan oleh seorang rektor,” tuturnya.
Yogi menilai, kebijakan rektorat UIN Sunan Kalijaga itu berpotensi melanggar HAM. Sebab, dalam UUD 1945, diatur bahwa setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
Baca Juga: Bantah Terima Suap, Bupati Cantik Rita Klaim Punya 15 Kg Emas
Sementara pada Pasal 29 UUD 1945, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Tak hanya itu, Yogi menyebut Indonesia juga sudah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil Dan Politik (ICCPR). Pada pasal 18 kovenan itu tegas dinyatakan, setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama.
Berdadsarkan kovenan itu, sambung Yogi, tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
Sementara dalam komentar umum 22 Pasal 18 ICCPR UN Doc HRI\GEN\1\Rev.1 at 35 (1994) dijelaskan, kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaan dalam ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran mencakup berbagai kegiatan, termasuk salah satunya ialah kebiasaan pemakaian pakaian tertentu atau penutup kepala.
“Karenanya, kami mendesak Rektor UIN Sunan Kalijaga untuk mencabut kebijakan diskriminatif berupa pembinaan mahasiswi bercadar. Rektor harus menjamin kebebasan berkeyakinan dan beragama, termasuk kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaan dalam ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran, dihormati dan tidak diganggu-gugat,” desaknya.