Suara.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini, mengatakan jika politisi perempuan itu rentan sekali dicurangi. Bahkan, kerentanan itu bisa terjadi dua kali, baik secara internal maupun eksternal partai saat pemilihan.
“Kebanyakan internal itu yang curang lelaki karena mereka lebih lama berada di dunia politik,” ujar Titi usai Diskusi Publik dengan tema 'Tantangan Perempuan di Tahun Politik', di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Senin (5/3/2018).
Kerentanan juga muncul dari praktik politik uang dan transaksional. Sedangkan, menurutnya, perempuan identik dengan Politik Etis. Mereka berkompetisi dengan kaderisasi yang tidak kuat, namun di iming-imingi menang, akan tetapi kemudian dicurangi.
“Namun, mereka tidak berani melaporkan,” jelas Titi.
Baca Juga: Politisi Perempuan Parlemen Inggris Tewas Ditembak
Kedepannya, dia berharap bentuk keberpihakan Parpol itu bisa dari sisi penempatan calon perempuan pada nomor urut. Ia menyebutkan, jika Dapil besar memicu pemilih sulit mengenali calon.
“Berbeda dengan Dapil kecil yang lebih mudah mengenali calonnya,” jelasnya.
Karena kesulitan mengenali calon tersebut, lanjutnya, maka preferensinya nomor urut dianggap sebagai representasi kualitas dan keberpihakan partai.
Ia mengatakan, pengalaman PPP dimana perempuan ditempatkan di 30 persen Dapil nomor urut 1, maka angka keterpilihannya naik 100 persen.
“Belajar dari itu, kalau partai ingin menunjukkan keberpihakan terhadap perempuan dengan menempatkan calon perempuan di nomer urut 1 sekurangnya di 30 persen Dapil,” ungkapnya.
Baca Juga: Politisi Perempuan Ini Dihukum Mati oleh ISIS
Perempuan dinasti mendapat tempat karena mereka tidak melakukan kaderisasi, namun harus mengisi slot perempuan. Sehingga yang terjadi para istri atau saudara perempuan dari kader yang ada itu kemudian direkrut oleh elit partai.